Jumat, 28 Februari 2014

Penghujung Bulan Dua

Penghujung bulan benar-benar ada di sini. Besok sudah bukan lagi bulan dua, mau tidak mau aku pun akan segera menghadapi Maret. Bisakah? Haruskah? Tidak bolehkah jika aku melewatkannya begitu saja? Ijinkan aku tidur sebelum jam berdentang dua belas kali malam ini, lalu bangunkan aku lagi jika kau sudah menjumpai April Mop. Tapi sebelum itu jangan pernah coba-coba mengganggu mimpiku tentang kesempurnaan bulan tiga yang hanya tinggal angan, tak pernah bisa kumiliki. Belum. Hanya saja tak cukup yakin yang seperti itu akan benar-benar datang padaku.

Apa yang sebaiknya kukatakan padanya ketika ia akhirnya tiba? Dengan perasaan bagaimana aku harus bertemu muka dengannya? Ia yang kuhindari selama sebelas bulan terakhir ini. Si Maret sialan itu! Kau harus tahu apa yang ia lakukan padaku tahun lalu. Dan aku benci. Aku membenci pikiranku sendiri yang membayangkan kebencianku terhadapnya. Ya, si Maret itulah yang menghadirkanku ke dunia. Betapa tidak? Hampir 23 tahun silam, saat Ramadhan sudah berjalan separuhnya, aku lahir. Maret 1991 silam adalah waktu yang baik. Bagaimana dengan Maret yang sekarang? Maret yang setahun lalu sudah menghabisi hatiku? 

Jumat, 21 Februari 2014

14 Februari 2014 - From Mojokerto to Surabaya With Love

Sudah direncanakan jauh-jauh hari, Ai, adikku pingin banget menghadiri acara yang diadakan Penerbit Haru bertajuk #HaruRoadShow, sebuah event Meet & Greet yang memungkinkan fans/readers bertemu dengan authors yang nggak lain adalah para penulis (muda) berbakat idola mereka.

Setahuku Ai memang penggemar berat Kak Orizuka. Ia punya banyak sekali novel-novel karyanya, yang menurutku pribadi nggak ada yang nggak bagus. Koleksinya sudah hampir lengkap. Ia bilang cuma tinggal satu judul novel saja yang nggak ia miliki, sebuah novel terbitan lama.

Maka anak itu sengaja minta tukar jadwal shift kerja, yang semula libur pada Hari Rabu, dia tetep masuk, dan Hari Jumat-nya ia bisa terbang bebas ke Surabaya. Hahaha... Dasar! Ya, deminya (demiku sendiri juga) aku ikut-ikutan ambil cuti. Tentu saja, bagaimana Ai bisa ke Surabaya tanpaku, kan? :Dv

Seperti sudah kebiasaan, kalau besoknya mau ada rencana atau acara penting, aku malah makin susah tidur. And I was writing my short-story project featuring Ai, yang digagas oleh Nulis Buku. Lagi-lagi aku harus mengejar waktu karena deadline-nya besok! Sempat ke-gap sama ibuk yang tiba-tiba terbangun tengah malam dan menemukanku belum tidur sama sekali. Beliau marah dan mengancam kami batal ke Surabaya kalau nggak segera naik ke tempat tidur.

Sebelum tidur aku sempat online Shiroyuki, kala itu timeline sedang ramai masalah Gunung Kelud di Kediri yang akhirnya meletus setelah beberapa waktu berstatus siaga. Ketika akan mencari berita lebih, aku malah ketiduran. Pagi-pagi pas mengeluarkan motor dan hendak menyapu halaman, tahu-tahu semua yang ada di luar menjadi bernuansa abu-abu. Berdebu. Aneh banget dilihat. Rupanya debu abu vulkanik yang disebabkan letusan Gunung Kelud semalam benar-benar berefek sampai depan rumah. Luar biasa!

Beberapa jam setelahnya acara berita di TV masih banyak menyiarkan tentang peristiwa abu vulkanik pasca Gunung Kelud meletus, yang ternyata terjadi di hampir seluruh Pulau Jawa, Madura, Bali, dan sekitarnya. Begitu juga dengan yang dinamakan 'hujan abu'. Kota Sidoarjo dan Surabaya mengalaminya dan pemerintah mengimbau kepada masyarakat di daerah tersebut agar sebaiknya tidak keluar rumah dulu sampai situasi benar-benar aman. Karena abu vulkanik itu sendiri disebut-sebut sangat berbahaya bagi kesehatan manusia.

Aku panik. Padahal kurang dari delapan jam lagi aku sudah harus berada di Surabaya kalau nggak mau ketinggalan #HaruRoadShow yang sudah kami tunggu-tunggu. Berbekal niat dan tekad, doa (juga nekat) aku dan Ai pun berangkat usai sholat dzuhur. Sekitar jam 1 siang, betul-betul molor dari perkiraan yang semula paling lambat jam 12 kami harus sudah keluar dari rumah. Selain untuk menghindari macet dan cuaca yang panas (menurutku) kami sengaja berjaga-jaga barangkali ibu mengurungkan ijinnya setelah nonton berita mengenai hujan abu di TV. Tapi syukurlah ibu tetap mengijinkan kami berangkat dengan semangat. (^0^)9

Perjalanan Mojokerto-Surabaya memakan waktu kurang lebih 45 menitan (sampai Cito) dan butuh sekitar 30 menit lagi untuk tiba di tempat yang kami tuju, Mall Tunjungan Plasa. Arus kendaraan di sepanjang perjalanan sangat sepi, aku baru sadar kami jarang berpapasan dengan banyak pengguna jalan lain apalagi sampai terjebak macet. Sungguh berbeda dengan biasanya, jalan tol menuju Surabaya yang hampir selalu padat kendaraan.

Cuaca Surabaya ekstrim sekali~~ Setelah sebelumnya menembus hujan abu selama 20 menitan, beberapa meter jelang masuk Surabaya pun hujan turun cukup lebat menggantikan angin lengket yang menerbangkan debu vulkanik sepanjang separuh perjalanan menuju Surabaya. Alhasil hampir sekujur tubuh kami yang berbalut jas hujan kuyup, dan tragis karena debu dan air menghasilkan kotoran yang mirip lumpur. Seolah kami habis berkubang di kali atau apa.

Ai parah! Dia lupa lokasinya, Tunjungan Plasa atau Plasa Surabaya? Anak itu segera cek ulang ponselnya, berharap nggak lupa menyimpan foto pamflet acara ini. Dan benar saja, Tunjungan Plasa! Kami baru melewatinya dan terpaksa kudu putar balik lagi. Sial nggak hanya sampai situ, Tunjungan Plasa(TP) punya banyak pintu masuk yang membingungkan kami, yang baru kali pertama ini datang sendiri ke sana. Gimana nggak? Parkir mobil sendiri, sekalinya ada parkiran motor ternyata parkiran milik perusahaan yang kebetulan lokasinya juga di situ.


Parkiran motornya ada di pintu masuk paling kiri, menembus sampai bagian belakang mall supergede, masuk lebih dalam, lewat gang sempit, dan berujung di sebuah lapangan(kataku) outdoor berpaving nggak rata lengkap dengan genangan air pasca hujan di mana-mana. Yaiks! Nggak ada tukang parkir yang bantuin kami nyari lahan kosong untuk parkir, lapangan itu sendiri nyaris penuh dan kami nggak melihat ada pilihan lebih aman selain menyurukkan Hojo secara random di antara celah-celah motor lain yang tersisa. :(


TP ini ada berapa?? Aku dan Ai dengan polosnya ngikutin mbak-mbak masuk dari pintu basement ke dalam mall, lalu galau. Ada TP1, TP2, hingga TP3. Dan tiap-tiap TP punya Gramedia sendiri-sendiri. Nah, kita menuju Gramed yang manaa?? Akhirnya setelah cukup lama putar-putar, kami menemukan lokasi acara. Dan yah, sudah mulai dari tadi~~ T___T

Kami segera menyusup di antara pengunjung-pengunjung yang sudah memadati toko buku Gramedia sebagai venue penyelenggara. Berusaha fokus beradaptasi dan mengikuti serangkaian acara yang telah berlangsung.

Ini benar-benar kali pertama aku bertemu dengan para penulis yang novel-novel karya mereka sering kubaca. Ada suatu perasaan yang nggak bisa diungkapkan dengan kata-kata. It's just too awesome! Secara mereka ini kan semacam selebriti dalam dunia tulis-menulis fiksi.

Ada segmen tanya-jawab, lalu aku ikut mengajukan pertanyaan buat para penulis, "Ketika saya mulai menulis, saya akan mencari referensi dan bisa jadi terinspirasi oleh tulisan karya penulis lain yang saya idolakan. Bagaimana kiatnya agar tulisan saya tidak terlalu 'serupa' dengan tulisan orang lain, sehingga terhindar dari plagiasi?" aku kan suka terpengaruh dengan gaya bahasa orang lain kadang-kadang. -___-
Dari kiri bawah berputar searah jarum jam: Kak Lia Indra IndrianaClara CancerianaFeiAndri Setyawan, dan Orizuka. :*
Inti dari jawaban yang diberikan para penulis tentang pertanyaanku, bahwa menulis ya tinggal menulis saja. Sebagai pemula, terpengaruh gaya bahasa penulis lain itu wajar. Bahkan sebagian besar orang melakukannya. Ketika kita baru saja mendapat 'pencerahan' yang menginspirasi, kita pasti ingin membaginya juga kepada orang lain, dan otomatis apa yang kita sampaikan kurang lebih sama dengan asal kita mendapat informasi tersebut. Seiring berjalannya waktu, jika sudah mahir, penulis pasti akan menemukan gaya bahasanya sendiri. (ini gaya bahasaku. hahaha)


Ai pun memenangkan beberapa kuis tanya-jawab yang diberikan panitia. Keren sekali rasanya mengetahui semua yang hadir menatap Ai takjub lantaran ia membawa semua koleksi novel terbitan Haru miliknya. SEMUA. Ia serius ingin meminta tandatangan bagi seluruh novel-novelnya. Daebak!! *plokplokplok*

Acara diakhiri dengan foto bersama dan booksigned. Luckily Ai yang membawa serta semua novelnya, sudah pasti ia mendapatkan semua tandatangan penulis yang hadir di sini. Sekaligus, menjadi top-reader paling hebat dan nekat! Ya, karena berkat keras kepalanya-lah dia jadi mendapatkan perhatian dan apresiasi lebih dari semua orang. Chukkae!
Banyak sekali ilmu dan pengalaman yang didapat di sini. ^_^
Baru nyadar kalau warna pakaianku sangat eye-catching ^///^
Combo Beef dan Double Chocolate
Begitu selesai acara, aku menggelandang Ai untuk mencari snack corner demi membelikan sesuatu untuk perutku yang mulai keroncongan. Kami galau lagi. Sempat tersesat, kami berdua dibuat bingung dengan berbagai macam pilihan makanan dari yang ringan sampai berat beserta variasi harganya.

Hingga lelah berjalan, kami lalu berhenti di counter makanan paling sudut yang menjual aneka Crepes dengan banyak pilihan rasa.

Di luar perkiraan, niatku ingin sekalian diner di Oost, tapi keburu kelaparannya di sini. :( Sementara lagi-lagi baru teringat naskah yang belum selesai dan hampir mencapai tenggat waktu. Maka sembari menunggu pesanan kami datang, aku nekat menyalakan laptop (yang sengaja dibawa dan syukurlah berguna), mencoba merampungkan naskah yang tinggal finishing.

Bertolak ke Oost Koffie and Thee untuk berpartisipasi dalam #MalamPuisi namun terlambat. :( Ini semua gara-gara polisi jayus yang menilang kami di perjalanan sepulang dari TP menuju Kaliwaron. Yess, kuakui aku lupa jalan dan nyasar. Mohon maklum, sudah lama kami nggak ke Surabaya dan hari sudah malam saat kami mencoba mencari jalan yang benar, namun takdir Allah berkata lain: ya kami harus menghadapi para polisi yang terang-terangan minta keuntungan pribadi dari kami itu. Dasar! :'(

Terlalu sungkan untuk tiba-tiba bergabung. Acara #MalamPuisi start pukul tujuh, sementara kami baru tiba di TKP jam setengah delapan lewat. :( Apa boleh buat, untung saja masih ada seat tersisa di indoor, jadinya kami langsung memesan sesuatu karena sudah sangat-sangat lapar! >_<
De Haven Van Rotterdam feat Gebakken Pannenkoek yang yummyyy :9
Chocolate coin charity for Kelud's victims.
Waktu sudah menujukkan pukul sepuluh malam dan kami masih belum beranjak dari sofa hommy-nya Oost. Kafe ketjeh itu juga masih ramai pengunjung, tapi sepertinya sudah hampir last order. Sebelum beranjak seorang punggawa menghampiri meja kami, membawakan seporsi Siomay Eyang Dielus 'take away', oleh-oleh untuk ibu di rumah karena kami gagal mendapatkan roti goreng pesanannya.

Alhamdulillah perjalanan pulang sangat lancar. Kami mendarat dengan selamat di rumah pas jam 12 tet. xD Aihh, senangnya... Kapan bisa mbolang gini lagi, ya? ^^

#SuratValentine Untuk Nada

Kepada
Yang terkasih,
Nada
di
Lubuk hatiku


Dear, Nada…
Selamat senja!

Aku tak kuasa berhenti tersenyum membayangkanmu tengah membuka surat ini, ditemani oleh rasa penasaran yang terus merayumu untuk segera membacanya hingga akhir. Surat ini kutulis saat matahari jingga sudah tinggal tiga perempat bagian. Cahaya merah keemasan yang seolah membakar langit barat demikian benderangnya, membuatku sempat yakin jika tidak segera beranjak, tidak lama lagi pasti lidah-lidah api matahari akan sampai di beranda lalu membakar habis suratku. Tidak, tidak boleh terjadi sesuatu yang buruk pada surat ini. Tidak selama kamu belum membacanya sampai habis.

Nada, ketika surat ini tiba di hadapanmu dan terbaca olehmu, aku senantiasa berharap kamu baik-baik saja. Sebagaimana aku yang selalu baik meski semalaman kemarin hingga dini hari tadi masih gelisah memikirkan apa yang sebaiknya kutuliskan untukmu dalam surat ini. Menurutmu seharusnya surat ini berisi apa? Apa kuisi saja ia dengan perasaanku? Perasaanku yang kini dilanda prahara akibat sudah terlalu lama kita berdua tidak bisa melewatkan waktu bersama.

Iya, kamu benar, Nada. Kamu tahu persis bahwa kamu selalu benar tentang apapun, termasuk perasaanku padamu. Maka melalui surat ini aku ingin sekali memberitahukanmu perasaanku. Tentang sebanyak apa aku memikirkan dirimu sepanjang hari, dimulai sejak aku membuka mata hingga tubuh ini tak mampu lagi terjaga. Tentang bagaimana gelisah hadir setiap kali kububuhkan tanda silang pada tanggal-tanggal dalam kalender saat waktu berjalan demikian lambat menuju hari di mana kita bisa bertemu. Tentangku yang tidak bisa tidak otomatis teringat padamu setiap kali mendengar lagu-lagu kita akrab menyapa telingaku, entah itu dari radio, dari acara musik di televisi, mengalun di speaker café saat aku ngopi bersama teman-teman, diputarkan oleh rekan kerja di kantor sengaja untuk menggodaku yang segera melamunkanmu, di mana saja.

Ingatkah kamu? Pernah kamu menemaniku bernyanyi saat hari hujan dulu. Aku yang sebelumnya selalu iseng asal bersenandung tiba-tiba saja jatuh hati padamu, yang sempurna sekali mengiringi nyanyian kacauku dengan permainan gitar akustikmu. Kemudian sekejap saja kamu dan aku, kita semakin terbiasa membagi segalanya berdua. Bisakah menghitung, berapa banyak lagu yang sudah kita nyanyikan bersama di senja itu, kala menunggu pelangi tiba?

Saat itu kita masih begitu muda. Kita hanya tahu cita, asa, dan bahagia. Tak peduli apapun lagi selama kita masih bisa bernyanyi. Enyah saja lainnya, hingga waktu membawa jarak dan kenyataan yang tak pernah terlintas di benakku sebelumnya. Kamu harus berada jauh dariku sementara waktu. Bahwa aku tidak lagi bisa melihatmu setiap hari. Tidak bisa memintamu datang sekiranya aku tak tahan ingin bertemu. Kamu tahu aku tidak pernah menginginkan apapun. Cukup kamu ada bersamaku. Itu saja. Cukup dengan kamu di sini dan menyanyikanku lagu-lagu favorit kita. Aku tidak akan meminta apapun lagi. Tuhan sudah memberiku yang terbaik, yakni dirimu.

Padamu Nada, aku benar-benar merasa... Ahh, bagaimana orang biasa menyebut perasaanku ini? Hasrat ingin membenamkan tubuh tak berdayaku dalam peluk hangatmu tanpa ada usai. Hanya aku dan kamu, lalu segera bahagia akan mengekori kita dengan sendirinya, tanpa ada jeda, tanpa ada jika.

Nada, kekasihku... Apakah kamu merasakan perasaan yang sama dengan yang sedang kurasakan sekarang? Sungguhkah? Aku tahu kamu pun tak sabar ingin bertemu denganku. Tapi, jangan. Tolong jangan sebut perasaan indah itu dalam kata. Biar kita merasakannya dalam hati saja. Biar kita meresapinya sambil menanti perjumpaan kita selanjutnya. Karena tidak semua kata bisa menjelaskan tepat seperti apa yang hati kita rasakan. Ya kan, Nada?

Baiklah, akan segera kusudahi surat ini. Tampaknya kamu pun sudah mulai bosan membacanya. Hahaha... Tentu saja, ini tidak seperti komik Naruto kegemaranmu. Tapi, kamu belum mengantuk, kan? Tenang saja, sedikit lagi. Hanya tinggal beberapa kata lagi dan aku akan melipat surat ini lalu memasukkannya dalam amplop bersamaan dengan raja siang yang hendak berpulang dipeluk petang. Menyisakan semburat jingga di langit yang mulai beralih lembayung. Syukurlah, jika kamu tuntas membaca surat ini di sini, artinya matahari tidak jadi membakar suratku dengan lidah-lidah apinya. Ia rupanya iba padaku yang sangat ingin menghadiahimu surat ini sebagai tanda kasihku untukmu. Terima kasih sudah menjadi segalaku, Nada.

Sampai jumpa segera!

PS : Jariku sedikit terfoto. Tapi bagus, tidak? Baiklah, aku tahu lukisan senjamu jauh lebih bagus.


Beranda, 13 Februari 2014
Sincerely
The one who wants you the most,



R. Ch. Auliya Sari

Selasa, 11 Februari 2014

Do(not) Love Me

If there is anyone else loves me, all i can do is bringing up my corpse to her. Here, inside, there is a soul of me that i won’t share it anymore to anybody else.
Thanks to you for being my morning tears. I wish you wouldn’t say such thing like that. I didn’t get why the hell you could say so, but i hate it. I hate the way you said that hell thing easily. Why? Why you? Why me, the one who you sent that message to?
It definetely reminded me to a sad story which is very similiar with your words.
Aku ingat seseorang yang patah hatinya di pagi hari tepat ketika ia baru saja terbangun dari mimpi indahnya, semalaman bersama sang pangeran pujaan.
Jika seseorang lain mencintaiku, aku hanya bisa membawakan mayatku padanya, di dalam sini ada jiwa, yang tak ingin kubagi-bagi lagi.
Tidakkah itu berarti, “Apapun yang sudah dan akan kau lakukan nanti –demiku– tidak akan kubuka hatiku untukmu –untuk siapapun juga– karena jiwaku sudah kupersembahkan padanya.”? Artinya semua usaha dan doa akan sia-sia saja. Mencintai seseorang yang telah terambil jiwanya adalah suatu kebodohan gila.

Itukah yang sesungguhnya ingin kau katakan? Ingin memperkecil hatiku yang sudah kerdil, eh? 
Arre pikir sudah benar hatinya memilih Tian sebagai calon kawan masa depannya. Tian yang sahabat lamanya, yang ia tahu persis bagaimana bibit, bebet, dan bobotnya. Tian yang sering datang ke rumah Arre, mengantar-jemput gadis itu ke kampus, mengerjakan tugas kuliah bersama-sama, bahkan mencuri pinjam snack dan komik milik Arre. 
Di tengah-tengah persahabatan hangat itu, siapa sangka cinta akan tumbuh? Awalnya Arre sempat gelisah saat mengenali perasaan salah tingkahnya terhadap Tian beberapa bulan terakhir sebagai permulaan rasa sukanya pada pemuda berkepribadian menyenangkan itu. Tapi kemudian seiring berjalannya waktu Arre sudah bisa mengendalikan hatinya yang sering mendadak hiperaktif ketika bertemu Tian. Arre ingin mengutarakan perasaannya pada Tian ketika waktunya tepat.
Arre boleh jadi percaya diri, sebab selama persahabatannya dengan Tian gadis itu sangat yakin Tian belum memiliki kekasih, dan jarang sekali membicarakan masalah perempuan di hadapannya. Sikap Tian juga selalu manis pada Arre, membuat Arre meyakinkan hati bahwa Tian (mungkin) juga menyukainya. 
Benarkah begitu? Mungkinkah Tian akan benar-benar menerima perasaan Arre?

Sayangnya, ini bukan cerita rekaan tentang Cinderella, Ariel si Putri Duyung, bahkan Snow White yang memang sudah dikisahkan akan berakhir bahagia dengan pangeran masing-masing di akhir cerita. Ini bukan dongeng yang sudah tertebak Happy Ending-nya.
Kenyataan bahwa dunia Tian, kehidupan Tian tidak hanya berkutat di Surabaya saja, kota tempatnya menuntut ilmu selama di bangku kuliah. Tentu saja pemuda itu memiliki kehidupannya sendiri, hari-hari di kota kelahirannya, Mojokerto. Ia punya keluarga, saudara, teman masa kecil, mantan pacar saat SMP/SMA, bahkan mungkin seseorang yang masih menjadi kekasihnya. Siapa tahu? Apakah Arre tahu? Haruskah Tian menceritakan segala-galanya pada gadis yang baru dikenalnya tidak lebih lama dari usia statusnya sebagai mahasiswa.

Sakit bukan, bahwa harapan yang mati-matian ingin diwujudkan namun sudah dipastikan tidak akan terkabul bahkan sebelum harapan itu sempat diselipkan dalam doa? Pahit harus ditelan bulat-bulat oleh Arre, si gadis malang yang cintanya terlanjur layu sebelum berkembang.
Miris? Kritis.

Senin, 10 Februari 2014

Titik Tik Tik

tiktik tiktik
hujan turun
dingin memerangkap lamun

tiktik tiktik
ia kian deras
airmataku segera terkuras

tiktik tiktik
sedang di mana kamu?
baru berpisah aku sudah rindu

tiktik tiktik
adakah basah?
memikirkanmu aku gelisah

tiktik tiktik
basah hingga teras
suara hatiku tetap tak terbalas

tiktik tiktik
hujan sudah reda
aku pun terlupa

tik tik tik tik
cuma rintik tanpa titik...


http://soundcloud.com/ercehauliyasari/titik-tik-tik


Jumat, 07 Februari 2014

Nadaku Cintaku

hai, nada...
ketika kamu menemukan ini
barangkali pengetahuanmu
akan bertambah satu lagi
satu hal yang mungkin tidak berarti bagimu
tapi amat sangat penting untukku

kamu tahu, nada...
aku belum lama mengenalmu
belum terlalu tahu
seperti apa pribadi lugumu 
aku bahkan tidak berpikir
akan tertarik
pada dimensi lain yang bukan duniaku

lalu kutemukan kamu lain
kamu itu istimewa, nada...
harmonisasi pelangi yang kamu ciptakan
demikian nyata
lonjakan-lonjakan pada senja
yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya
begitu mudah kamu hadirkan ke hadapanku
membuatku percaya
kamu adalah suatu dimensi indah nyata
selain dunia hitamku

bagaimana harus kudeskripsikan dirimu?
seorang pelopor, kah?
motivator?
inspirator?
hmmm...
atau... semuanya?

kamu yang pertama kali
membuatku mengerti
seberapa indah dirimu,
pun aku, yang selalu rendah diri ini
berbekal tutur sapa sederhana berkadar mutiara
kamu seperti bisa memutarbalikkan
segala kesusahanku menjadi
terlihat begitu mudahnya
seperti tiada sesuatu yang sulit di dunia ini
dan tiada sesuatu hal pun 
yang tak mungkin bisa kamu lakukan

nada...
kamu mengajariku semua itu
apa yang sedang kamu telusuri di sini,
kamu pikir ini semua tentang apa?
tentang siapa?

ya, aku tengah membicarakanmu, nada...
memperkenalkanmu kepada duniaku
semesta hitam sederhana
yang sudah lama tercipta
sebelum kamu tiba
dan mengobrak-abrik susunan edarnya
sebelum kamu dan denting innocent-mu itu
memukau kesadaranku
menjadikanku satu dari sekian banyak
not-not berserakan yang kamu lupa
sebaiknya harus diapakan

tapi kamu terlalu bersinar 
dalam kotak kacamu, nada...
kamu sibuk dengan pendarmu
yang memancar ke mana-mana
dan kamu lupa
orang-orang di luar kotak kaca sedang melihatmu
menaruh harapan besarnya padamu
mereka bertanya-tanya
apalagi yang akan kamu tampilkan
untuk menghibur kami?
kami, yang sudah telanjur percaya
bahwa kamu adalah hadiah dari surga

sementara di sudut lain
denting memecah hening
sunyi diporak-porandakan silir angin
maka lihatlah keluar kotak kacamu
sesekali
tengoklah
sudah berapa lama impianku terkubur
di depan pintu masuk kotak kaca itu
kamu tak tahu, bukan?
tak peduli bahkan

tapi itu bukanlah masalah besar, nada…
aku hanya memujamu saja
untuk menyukai dirimu begitu dalam
apalagi sampai mencintai
memangnya hakku?
toh, kamu pun hanya mencintai
dirimu sendiri
oh, ya, denting innocent-mu itu tentu
juga kotak kaca yang selalu menyimpan
kilau-kemilaumu

maka anggap saja
ini hanya celoteh kurang ajar 
oleh seorang hina
tapi, cobalah untuk tidak selalu
berada dalam kotak kaca
seharusnya kamu bisa melihat
dunia-dunia yang berbeda, nada…
kotak kacamu itu hanya senang
menyimpanmu di dalamnya
menciptakan sebuah ilusi
bahwa tidak ada dunia lain yang lebih indah
daripada semesta di dalam sana
sangkaku ia telah merayumu
agar tetap tinggal
dan memainkan tone-tone senada
yang hanya itu-itu saja

ia tidak ingin kamu keluar
dan bertemu denganku
sebab, nada…
barangkali kotak kacamu itu tahu
aku bisa saja menyanyikan lagu apapun
denganmu...
tidak sepertimu yang selama ini
hanya berhasrat
memainkan irama sama yang disukai kotak kaca

jika ada banyak sekali lagu
dan melodi-melodi indah di luar sana
yang akan sangat mungkin
kamu mainkan bersamaku,
mengapa kamu harus berhenti
dan mengikat dirimu pada satu not monotone saja
hanya karena kotak kaca yang meminta?

hahahahahaa…
aku demikian sedih
hingga ingin tergelak saja karenanya
bolehkah kukatakan
hidup ini pilih kasih?
ya mungkin karena kita
tidak berada di semesta yang sama
kamu, nada, hidup dalam kotak kaca
sedang aku berkelana ke mana-mana
dalam irama-irama berbeda
mengapa tak bisa kunyanyikan lagumu?
atau
bolehkah kuminta dentingan putih itu
mengiringi suara hatiku?

wow... lihatlah, nada…
rupanya kini kamu sudah mengetahui banyak
apa aku bicara terlalu banyak?
semoga saja kamu akhirnya
bisa mengerti
atau justru
akan berbalik membenci

nada, maaf…
mohon maafkan aku…
aku sungguh ingin memujamu saja
cuma menyukaimu sedalam yang hatiku bisa
tanpa mencinta

tapi, nada…
rupanya cinta itu sudah ada
ia tercipta begitu saja
ya, bukankah kita pernah menyanyikannya bersama-sama?
sebuah melodi indah
yang mengiringi kepulangan senja 
aku, dan kamu
telah menjadi kita...