"Sebenarnya aku mau menyatakan perasaanku ke kamu, tapi kamu mau terima nggak?"
...
.
.
.
Aku
speechless.
What the hell??!
Ini sih ya, belum resmi menyatakan, sudah minta ditolak! Apaan??
Kepalaku mendadak pusing dan rasanya mual, ingin muntah. Serius!
For God's sake! Apanya yang 'menyatakan perasaanku ke kamu'?
Is he that insane? Menyatakan perasaan pada seorang asing yang baru sekali ditemui?
Jebal jom! Tahu apa kamu tentangku? Apaku yang bisa-bisanya disukai olehmu secepat itu? Sama sekali tidak masuk akal...
Anak muda sekarang terlalu mudah mengumbar kata-kata cinta. Sok-sokan mengerti, paham, memuja segala hal yang dikait-kaitkan dengan cinta. Bah! Tidak bisa hidup tanpa cinta, katanya? Silakan saja akhiri hidupmu, dengan begitu paling tidak populasi orang bodoh di dunia ini akan berkurang secara signifikan dan itu akan menguntungkan. Dunia terlalu sempit untuk menampung kaum berpaham demikian. Percayalah. Mengemis cinta tidak akan membuatmu merasa lebih baik, apalagi tersucikan.
Munculnya seseorang belakangan membuatku kembali berpikir. Semua orang butuh teman hidup, aku pun. Tapi apa harus sekarang? Dengan siapa saja boleh?
Sebut saja Baka-san. Melalui akun facebook, dia mulai mengontakku selama 2 bulan terakhir. Terus terang, aku sangat selektif terhadap orang-orang yang berhubungan denganku dalam bentuk apapun. Trauma akan berhubungan di masa lalu, membuatku harus memasang
kekkai dan bersikap lebih waspada untuk tidak (lagi-lagi) harus membuang waktu dengan orang yang salah. Jadi, sebelum menyeriusi salam perkenalannya, aku sengaja menyurvei akun fb-nya terlebih dahulu.
Ada beberapa faktor yang membuat Baka-san sedikit mendapat nilai plus dibandingkan dengan beberapa orang yang juga berminat untuk berkenalan dan menjalin hubungan denganku. Tidak munafik.
I thought he was good-looking. Kebiasaanku lainnya, aku cenderung menilai kepribadian orang lain dari cara mereka berbahasa, baik dalam text sms maupun chat (rasa hormatku akan otomatis berkurang menghadapi
alayers). Dan level percakapan serta tata bahasanya si Baka-san ini ada (sedikit) di atas yang lain, sehingga (kupaksakan) memenuhi standar.
Aku setuju melakukan kopi darat dengannya walaupun setengah mati menahan kesal karena permintaannya yang macam-macam dan terkesan semaunya sendiri. Baka-san menentukan tempat dan waktu pertemuan, juga memintaku datang bersama teman lajangku yang lain, yang langsung kutolak mentah-mentah. Dua mingguan lalu, sengaja aku meluangkan waktu dan mengorbankan beberapa jadwal menyenangkan di akhir pekan demi memenuhi janjiku, pun menumbuhkan harapanku, karena siapa tahu bisa jadi _ _ _ - _ _ _ _ _ _ - _ _ _ _ _ _ _ Cih! Tidak sudi aku menuliskannya di sini.
Tapi apa yang kudapat? Setelah lama tak kunjung mendapat konfirmasi tentang jadi-tidaknya kopdar kami, siapa sangka aku akan melewatkan sabtu malamku dengan berkeliaran seorang diri seperti orang bodoh? Ya, si Baka-san itu membiarkanku menunggunya di taman kota hingga malam dengan percuma. Berengsek! Sekarang, siapa yang tidak niat?
Jangan kira aku tidak berusaha menghubunginya sembari menunggu 2 jam lamanya.
I've sent him many sms, and got nothing but shit. Tapi jujur, aku biasa saja ketika akhirnya yakin bahwa dia tidak akan datang.
Molla, keunyang. Tidak ada rasa marah, kecewa pun tidak. Aku hanya merasa dibodohi. Benar-benar seperti orang bodoh saja. Sungguh aku tidak ingin apa yang aku lakukan malam itu, sia-sia. Maka kugunakan kesempatan langka itu untuk berjalan mengitari taman beberapa kali, mengunjungi masing-masing sudutnya dan mengamati apa saja yang orang-orang awam lakukan di sana. Kebanyakan keluarga, pasangan yang bermalam mingguan, kelompok komunitas yang melakukan gathering, macam-macam. Sadar betul hanya aku yang kesepian di tengah hiruk-pikuk keriangan malam akhir pekan.
Poor me... :(
Setelah puas, capek, dan merasa kedinginan, aku memutuskan untuk pulang ke rumah dan melupakan semua yang terjadi hari ini, sekaligus mengubur pengharapan yang seharusnya tidak pernah muncul. Anggap saja mimpi buruk.
Bagus sekali jika Baka-san benar-benar berhenti menghubungiku, tapi tidak. Setelah hampir seminggu berlalu dan tidak ada kelanjutan darinya -aku sendiri tidak menemukan alasan untukku menghubunginya duluan- Hari Senin lalu rupanya laki-laki itu mengirimiku sms lagi. Intinya dia minta maaf karena tidak bisa datang menemuiku sesuai kesepakatan, bertanya apakah aku marah, dan masih sudikah aku bertemu lagi dengannya.
Hell! Yak! Neo miccheosseo??
Setengah memaksa, kurang lebih sms itu berbunyi: "Ayo ketemuan, aku tunggu kamu di benteng sekarang. Tolong kamu ke sini, ya..."
based on my memory, sms aslinya sudah pasti kumusnahkan dan haram berada di inbox ponselku sekarang. Semena-mena, kan? Kelihatannya seperti akulah si tukang tega yang membiarkannya menungguku di jalanan. Gila gila... Lebih gila lagi, aku benar-benar pergi mendatanginya. Tidak ada niatan apa-apa, hanya penasaran seperti apa wajah sebenarnya si bodoh yang sudah membodoh-bodohiku itu, agar di masa depan aku tidak lagi terbodohi wajah bodohnya. Bah!
Sesuai perkiraan, meski berangkat terlambat pun, aku masih harus menunggunya lagi. Baka-san sudah cacat berkali-kali di mataku. Yang terparah adalah tentang kebohongannya.
1) dia tidak bilang dengan siapa akan datang
2) aku tidak yakin di antara 2 lelaki yang menemuiku mana yang tadinya teman sms-ku
3) tidak satupun dari 2 lelaki tadi yang wajahnya familiar dengan pp fb ybs
Palsu!! Si Baka sialan itu benar-benar parah! Membuatku menunggu percuma di janjian pertama; dengan watados mengajakku janjian lagi; membuatku menunggu lagi; lalu meninggalkanku pulang! Datang telat dan pulang duluan! Hebat betul dirinya... Pikirmu kamu itu laki-laki macam apa?
Ya Gusti... Sungguh, daripada mempunyai pasangan seperti Baka-san (
naudzubillah), lebih baik aku berbakti dan mengabdikan diri dengan benar pada ibuku. Bahagiaku tidak diukur dari punya tidaknya aku akan pasangan. Aku sungguh ingin punya seseorang yang seperti Mika dan Ray bagi Indi, sesosok Kirito yang rela menyerahkan seluruh hidupnya pada Asuna. Tapi aku yakin, tidak sembarang orang bisa menjadi demikian... Namun, asal memilih seadanya dengan dalih 'daripada tidak ada sama sekali', itu juga bukan tindakan yang sepenuhnya baik.
Baka-san, bagaimana mungkin kamu masih bisa berpikir aku akan menerimamu, setelah apa yang kamu lakukan terhadapku? Jangan artikan ramahku sebagai kemurahan diri. Kamu bukanlah sesiapa yang pantas untuk mendapatkan hatiku, apalagi dengan kebohonganmu yang menjijikkan itu.
Gomen ne... Both of us are too weird each other. Good luck with your next lies-victim.
***
Tergelak hebat aku membaca email yang dikirim Maretta padaku beberapa hari lalu. Bagus! Jangan sampai hal serupa kualami juga.
sudut remang kamar, 13 Mei 2014