Adalah
sesosok malaikat berwujud seorang wanita, yang keberadaannya sama pentingnya
dengan dunia ini bagiku. Yang tanpanya entah nanti aku akan bagaimana. Untukku
yang selalu merasa sendiri di bumi ini, ibuku lebih dari sekedar sosok penyeimbang
maupun hiasan. Ia adalah hidup dan matiku.
Faizah
Laila, nama malaikat yang dikirim Tuhan sebagai ibuku. Ia menghadirkanku ke
dunia dua puluh tahun silam dengan menggadaikan hidupnya. Entah sudah berapa
banyak cinta yang kuterima darinya. Ibuku yang adalah seorang ibu rumah tangga
biasa telah dengan sempurna mengajarkanku segalanya. Ia benar-benar
memperhatikan tumbuh kembangku dengan baik. Beruntungnya aku menjadi si sulung.
Sempat merasakan menjadi anak tunggal berlimpah kasih sayang yang memonopoli
cinta kedua orang tua, terutama ibu.
Memang sejak ibu mulai fokus pada adik-adikku, aku menjadi ‘anak perempuan ayah’. Semenjak berstatus ‘kakak’ aku jadi lebih dekat dengan ayah. Tapi justru karena itulah ketika ayah telah tiada aku benar-benar bergantung pada sosok ‘ibu’ dari ibuku. Aku merasa kehilangan dunia dan segalanya, lalu kusadari hanya ibuku lah yang tersisa. Ingat bahwa ia hanya seorang ibu rumah tangga biasa? Serta merta menyandang status janda tiga anak tanpa penghasilan bukanlah sesuatu yang sekalipun pernah terlintas di pikiran. Aku tahu sejak kiamat kecil itu hidup tidak akan pernah sama, tidak akan semudah itu lagi baginya.
Tidak pernah sekalipun ada keluhan yang terucap dari bibir malaikat tercantikku itu. Tapi aku tahu, ibu selalu menyimpan pedih hati untuk dirinya sendiri. Seorang diri berusaha membesarkan tiga orang anak yang luar biasa nakal dan menyusahkan seperti kami, aku dan dua orang adikku.
Ada
kalanya ia mulai menyalahkan diri sendiri. Menganggap telah lalai memperhatikan
pertumbuhan kami sebagai konsekuensi karena ia menghabiskan sebagian besar waktunya
untuk bekerja. Ya, ibu harus berperan ganda mengurus rumah tangga dan mencari
nafkah. Sedangkan aku belum bisa melakukan apapun untuknya. Maka aku bertekad
selesai SMA aku juga akan bekerja. Aku ingin bisa berguna, ingin meringankan sedikit
bebannya, aku ingin
membuatnya bangga.
Andai ibu tahu betapa berharganya ibu untukku. Alarm bangun alami, sarapan pagi, sms dan telepon yang menanyakan keberadaanku adalah bentuk kecil cinta ibu. Ibu menyadari bahwa pekerjaannya, kesibukanku, dan kegiatan sekolah adik-adik sedikit banyak telah meciptakan jarak di antara kami dan betapa inginnya ibu menghapus rentangan itu. Ibu selalu ingin dinomorsatukan oleh kami, tanpa menyadari bahwa dirinya sudah menjadi nomor satu sejak dulu.
Ibu, seperti kata-kata seorang bijak, “Bukan ‘aku mencintaimu karena membutuhkanmu’, melainkan ‘karena aku (sangat) mencintai dan menyayangimu maka aku (begitu) membutuhkanmu dalam hidupku.’”
Tidak ada yang lebih kuinginkan daripada keberadaanmu di sisiku. Tak peduli berapa lama waktu berlalu, meski ini sangatlah egois, tapi mohon menungguku, Bu. Tunggulah sebentar lagi sampai aku bisa membalas cintamu walau tak mungkin menyamainya. Biarkan aku memberimu sedikit bahagia meski cuma sederhana. Perhatikan aku tumbuh dewasa untuk membuatmu bangga, berusaha mewujudkan harapan terbaikmu untukku dalam doa-doa.
Lia sayang Ibu. Sangat. Selalu. :’) :*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
It's my pleasure to know that you've left a comment here. Arigatou~~ *^_^*