Di luar hujan? Mari kuseduhkan secangkir kopi panas untukmu. Tentu kita bisa saling bertukar cerita sembari menikmati pelangi dan senja, kan? *^_^*
Rabu, 23 Juli 2014
Kelabu
Pukul tiga sore. Langit mendung. Udara yang tadinya membawa silir angin beralih dingin. Hujan menderu. Bilamana aku pulang? Ini rinduku masih kerontang.
Selasa, 22 Juli 2014
(Nggak) Mudik
Memasuki minggu terakhir menjelang libur hari raya. Beraaaat~~ Selain karena aroma libur panjang sudah tercium sampai sini, juga karena beberapa rekan kerja sudah mengambil (ekstra) cuti lebih awal dalam rangka mudik lebaran. Nggak tanggung-tanggung, per hari ini sampai kantor masuk lagi bulan depan! *plokplokplok*
Oom Fir sekeluarga termasuk Mamas pagi ini bertolak ke Lampung, kota kelahiran Bunda yang menjadi destinasi mudik mereka. Katanya sudah bertahun-tahun mereka nggak pulang kampung. Maka kemarin, Oom Fir bekerja keras menyelesaikan tanggungannya di kantor, termasuk gaji-gaji kami. Ehehehe...
Semoga mereka yang sedang dalam perjalanan menebus rindu pada kampung halamannya, selalu diberikan kelancaran dan keselamatan oleh Allah SWT, aamiiin... Kalau balik, oleh-olehnya jangan lupa ya, minna! xP *modus*
Ahh, karena aku nggak punya kampung halaman untuk dimudikin(?) Idul Fitri tahun ini mungkin nggak akan jauh berbeda dengan sebelum-sebelumnya. Sholat Ied di Gelora, halal bi halal ke tetangga sekitar, ke saudara-saudara yang berdomisili di Mojokerto, pulang, nyemilin kue-kue lebaran sambil gegoleran hore. Any other ideas?
Ahh, jadi ingat. Hontou ni, doumo arigatou gozaimasutta, David-oojisan no kazoku mo Fir-oojisan no kazoku atas undangan bubernya Minggu maghrib kemarin. Iya, bukan sore tapi maghrib. xP Agak konyol memang, kami baru 'jalan' di atas pukul 5 sore. Berduabelas kami naik mobilnya Oom Daus yang langsung menjemput ke Ume-chan. Otw-nya saja sudah makan waktu, sementara kami masih belum memastikan akan berbuka bersama di mana.
Mobil meluncur lewat Benteng Pancasila. Niatnya sambil menunjukkan pertumbuhan Kota Mojokerto pada keluarga Oom Davit yang baru tiba Sabtu pagi, juga Tantit yang sudah lama berada di luar kota. Tapi kemudian aku jadi surprised sendiri menyaksikan sebuah bangunan dalam proses pengerjaan yang tahu-tahu berdiri di sisi barat Benpas menghadap ke arah gedung futsal. Sebuah benteng! Aku tertawa. Betulan benteng, yang kayak rock pada permainan chess itu, seperti replika benteng-benteng jaman dulu. Entah itu akan jadi bangunan apa rencananya, tapi menarik! :D
Di sebelahnya ada beberapa wahana permainan semacam Marry-Go-Round (aka Komidi Putar LOL), dan serupa Colombus-nya Jatim Park versi (amat) mini (dan manual). Masih di deretan yang sama, di sisi barat sejumlah lapak-lapak kopi dan jajanan ringan berjajar. Sangat ramai. Begitu juga dengan pusat perbelanjaan murah 'Mantan Lapak Alun-Alun' dan 'Mantan Lapak JS'. :P Saudara-saudaraku dari jauh ini takjub dengan pemandangan unik itu. Belum lagi Taman Benteng yang sekalipun sudah mendekati maghrib tapi masih ramai dikunjungi orang.
Bayangan awal ingin mengajak Oom David menikmati masakan Dapur M'Riah. Tapi jangankan bisa mencapai tempat itu tepat waktu, dari arah Benpas ingin lurus ke arah barat sudah mustahil. Kami bisa melihat mobil-mobil antre hendak masuk ke parkiran Dapur M'Riah yang sudah nggak muat. Batal. Kami melanjutkan perjalanan melewati Jalan Pahlawan. Bunda ingin mencoba Dewi Khayangan saja.
Jalan Pahlawan pun macet. Adzan maghrib berkumandang ketika kami terjebak di traffic light Meri. Mau nggak mau harus berbuka di mobil dengan air mineral yang sudah disiapkan. Aku mengusulkan Waroeng Juragan Sambal yang setahuku menjual menu penyetan, selain itu konter makanan lain seperti nasi goreng dan mie ayam juga ada. Tapi kendala tempat parkir yang kurang memadai, usul tadi pun gugur.
Sayangnya kami tetap harus putar balik sesampainya di RM Dewi Khayangan, pasalnya meski parkiran terlihat longgar tapi seat untuk makannya penuh. :( Apalagi yang namanya Warung Apung! Sugoiii~ lah ricuhnya. Untung seplastik gorengan yang sempat dibeli Oom Fir di depan Dewi Khayangan bisa membujuk perut-perut kami yang mulai nyanyi-nyanyi minta diisi.
Arah Surodinawan, masih belum tahu hendak berlabuh di mana. Karena jam sudah mepet, bedug maghrib sudah dari tadi, keinginan kami nggak muluk-muluk: RM apapun di manapun terserah, yang penting bisa segera makan! Sip.
Dan tempat makan yang beruntung diserbu oleh kami adalah....sebuah warung makan rumahan di Jalan Tribuwana Tunggadewi kiri jalan sebelum belokan ke Jalan Surodinawan (namanya? nggak tahu! mana sempat lihat. abaikan! :P). Itu semacam warung sederhana yang menjual berbagai macam menu masakan. Bingung dengan jenis-jenis makanan yang tersedia, akhirnya aku memesan seporsi nasi kuning dengan lauk daging empal, sambel goreng kentang, dan capcay! Rasanya? Nano-nano... xD Eh, enak kok. Dan yang terpenting itu me~nge~nyang~kan. Yang lain juga berkomentar serupa, puas dengan menu yang masing-masing mereka pilih sendiri. Minumnya aku minta segelas sinom dingin dari Oom David yang mengambil sebotol 1 literan. Enak kan? Bisa untuk berbanyak. :D Dan sebotol Nutriboost. Ini minuman favoritku yang kebetulan mejeng cantik di kulkas, minta dibeli.
Puas dengan buber yang weowe, kami segera mencari masjid terdekat untuk 'mengejar' sholat maghrib. Dari sana tiba-tiba tercetus ide untuk sekalian mampir ke rumah Oom Rozi dulu sebelum pulang. Jadilah kami semua bolos tarawih jamaah di masjid.
Malam itu benar-benar membahagiakan. Semoga indahnya kebersamaan yang mungkin nggak pernah kami bayangkan ini adalah untuk seterusnya. Bolehlah dianggap sebagai 'efek samping' atas kejadian akhir Mei lalu. Tapi jika begini baiknya, adakah lagi hikmah yang lebih baik yang nggak kami syukuri? :)
Ramadhan tahun ini benar-benar mengajarkanku banyak hal, terutama tentang pentingnya bersyukur, tetap berbaik sangka kepada Allah walau di tengah berbagai cobaan sekalipun. Karena hanya Allah Maha Mengetahui segala di masa depan yang manusia tidak tahu. Pasrahlah. Insya Allah semua akan tiba pada saatnya masing-masing untuk jadi indah.
Selamat berpuasa! Safety mudik, minna... *^_^*
Oom Fir sekeluarga termasuk Mamas pagi ini bertolak ke Lampung, kota kelahiran Bunda yang menjadi destinasi mudik mereka. Katanya sudah bertahun-tahun mereka nggak pulang kampung. Maka kemarin, Oom Fir bekerja keras menyelesaikan tanggungannya di kantor, termasuk gaji-gaji kami. Ehehehe...
Semoga mereka yang sedang dalam perjalanan menebus rindu pada kampung halamannya, selalu diberikan kelancaran dan keselamatan oleh Allah SWT, aamiiin... Kalau balik, oleh-olehnya jangan lupa ya, minna! xP *modus*
Ahh, karena aku nggak punya kampung halaman untuk dimudikin(?) Idul Fitri tahun ini mungkin nggak akan jauh berbeda dengan sebelum-sebelumnya. Sholat Ied di Gelora, halal bi halal ke tetangga sekitar, ke saudara-saudara yang berdomisili di Mojokerto, pulang, nyemilin kue-kue lebaran sambil gegoleran hore. Any other ideas?
Ahh, jadi ingat. Hontou ni, doumo arigatou gozaimasutta, David-oojisan no kazoku mo Fir-oojisan no kazoku atas undangan bubernya Minggu maghrib kemarin. Iya, bukan sore tapi maghrib. xP Agak konyol memang, kami baru 'jalan' di atas pukul 5 sore. Berduabelas kami naik mobilnya Oom Daus yang langsung menjemput ke Ume-chan. Otw-nya saja sudah makan waktu, sementara kami masih belum memastikan akan berbuka bersama di mana.
Mobil meluncur lewat Benteng Pancasila. Niatnya sambil menunjukkan pertumbuhan Kota Mojokerto pada keluarga Oom Davit yang baru tiba Sabtu pagi, juga Tantit yang sudah lama berada di luar kota. Tapi kemudian aku jadi surprised sendiri menyaksikan sebuah bangunan dalam proses pengerjaan yang tahu-tahu berdiri di sisi barat Benpas menghadap ke arah gedung futsal. Sebuah benteng! Aku tertawa. Betulan benteng, yang kayak rock pada permainan chess itu, seperti replika benteng-benteng jaman dulu. Entah itu akan jadi bangunan apa rencananya, tapi menarik! :D
Di sebelahnya ada beberapa wahana permainan semacam Marry-Go-Round (aka Komidi Putar LOL), dan serupa Colombus-nya Jatim Park versi (amat) mini (dan manual). Masih di deretan yang sama, di sisi barat sejumlah lapak-lapak kopi dan jajanan ringan berjajar. Sangat ramai. Begitu juga dengan pusat perbelanjaan murah 'Mantan Lapak Alun-Alun' dan 'Mantan Lapak JS'. :P Saudara-saudaraku dari jauh ini takjub dengan pemandangan unik itu. Belum lagi Taman Benteng yang sekalipun sudah mendekati maghrib tapi masih ramai dikunjungi orang.
Bayangan awal ingin mengajak Oom David menikmati masakan Dapur M'Riah. Tapi jangankan bisa mencapai tempat itu tepat waktu, dari arah Benpas ingin lurus ke arah barat sudah mustahil. Kami bisa melihat mobil-mobil antre hendak masuk ke parkiran Dapur M'Riah yang sudah nggak muat. Batal. Kami melanjutkan perjalanan melewati Jalan Pahlawan. Bunda ingin mencoba Dewi Khayangan saja.
Jalan Pahlawan pun macet. Adzan maghrib berkumandang ketika kami terjebak di traffic light Meri. Mau nggak mau harus berbuka di mobil dengan air mineral yang sudah disiapkan. Aku mengusulkan Waroeng Juragan Sambal yang setahuku menjual menu penyetan, selain itu konter makanan lain seperti nasi goreng dan mie ayam juga ada. Tapi kendala tempat parkir yang kurang memadai, usul tadi pun gugur.
Sayangnya kami tetap harus putar balik sesampainya di RM Dewi Khayangan, pasalnya meski parkiran terlihat longgar tapi seat untuk makannya penuh. :( Apalagi yang namanya Warung Apung! Sugoiii~ lah ricuhnya. Untung seplastik gorengan yang sempat dibeli Oom Fir di depan Dewi Khayangan bisa membujuk perut-perut kami yang mulai nyanyi-nyanyi minta diisi.
Arah Surodinawan, masih belum tahu hendak berlabuh di mana. Karena jam sudah mepet, bedug maghrib sudah dari tadi, keinginan kami nggak muluk-muluk: RM apapun di manapun terserah, yang penting bisa segera makan! Sip.
Dan tempat makan yang beruntung diserbu oleh kami adalah....sebuah warung makan rumahan di Jalan Tribuwana Tunggadewi kiri jalan sebelum belokan ke Jalan Surodinawan (namanya? nggak tahu! mana sempat lihat. abaikan! :P). Itu semacam warung sederhana yang menjual berbagai macam menu masakan. Bingung dengan jenis-jenis makanan yang tersedia, akhirnya aku memesan seporsi nasi kuning dengan lauk daging empal, sambel goreng kentang, dan capcay! Rasanya? Nano-nano... xD Eh, enak kok. Dan yang terpenting itu me~nge~nyang~kan. Yang lain juga berkomentar serupa, puas dengan menu yang masing-masing mereka pilih sendiri. Minumnya aku minta segelas sinom dingin dari Oom David yang mengambil sebotol 1 literan. Enak kan? Bisa untuk berbanyak. :D Dan sebotol Nutriboost. Ini minuman favoritku yang kebetulan mejeng cantik di kulkas, minta dibeli.
Puas dengan buber yang weowe, kami segera mencari masjid terdekat untuk 'mengejar' sholat maghrib. Dari sana tiba-tiba tercetus ide untuk sekalian mampir ke rumah Oom Rozi dulu sebelum pulang. Jadilah kami semua bolos tarawih jamaah di masjid.
Malam itu benar-benar membahagiakan. Semoga indahnya kebersamaan yang mungkin nggak pernah kami bayangkan ini adalah untuk seterusnya. Bolehlah dianggap sebagai 'efek samping' atas kejadian akhir Mei lalu. Tapi jika begini baiknya, adakah lagi hikmah yang lebih baik yang nggak kami syukuri? :)
Ramadhan tahun ini benar-benar mengajarkanku banyak hal, terutama tentang pentingnya bersyukur, tetap berbaik sangka kepada Allah walau di tengah berbagai cobaan sekalipun. Karena hanya Allah Maha Mengetahui segala di masa depan yang manusia tidak tahu. Pasrahlah. Insya Allah semua akan tiba pada saatnya masing-masing untuk jadi indah.
Selamat berpuasa! Safety mudik, minna... *^_^*
Senin, 21 Juli 2014
Senin-21-Kamu-Kita
Dalam balutan kostum 'rumah' yang friendly banget. :3 What a kawaiii couple~ |
Nggak terasa sudah memasuki 10 hari terakhir bulan suci Ramadhan. H-7 Lebaran, kan? #CountingDays Subhanallah... hayaku~ Semoga puasaku bisa nutut sampai akhir, aamiiin!
Lagi-lagi dibangunkan oleh panggilan telepon darinya, yang entah kenapa selalu jauh lebih ampuh daripada dibangunkan live oleh ibuk. Ehehehe... xD Semalam benar-benar kayak habis tawuran. *lebeh* Bukan cuma aku saja, tapi orang serumah juga merasakan hal serupa. Tapi seru sih, kami semua sangat menikmati dan senang dengan agenda keluarga kemarin.
Always share... |
Chagiya memang pernah bilang untuk nggak mempermasalahkan tentang hari jadi kami. Bagaimanapun kayaknya nggak akan berefek banyak, karena dalam ingatan kami, sejauh bisa diingat, kami berdua sudah terbiasa bersama sejak awal. *tsaaah*
Topik favoritku ini kembali terangkat saat aku tiba-tiba teringat chat balasannya untuk si mbak mantan yang menanyakan sejak kapan dia dan aku balikan (bisa cek di sini ^^).
"Beberapa bulan itu berapa emangnya?" setengah iseng aku bertanya dalam chat.
Chagiya yang betulan nggak mengingat malahan menjawab, "Udahlah Yank, nggak usah ngitung-ngitung yang kayak gitu. Mending ngitung kapan kita nikah aja!"Nyesss~ Dasar atashi no koibito centiiil! Ditanya (agak) serius malah flirty-flirty begitu jawabnya. >///< *ngumpetin blushing* Ya sudah, nggak kuungkit-ungkit lagi daripada tiwas deg-degan tapi dibercandain. Errr~ Sudah begitu, sebetulnya nggak kaget juga sih, sudah bisa diprediksi reaksinya Chagiya bakal gimana. Tahun lalupun menentukan tanggal jadi kami barangkali semudah melempar dadu saja baginya.
"Ya terserah Sayang aja, enaknya kita bikin tanggal berapa, Yank?" selorohnya (sok) lugu ketika aku menanyakan kapan resminya kami jadian. Ya itu tadi, kami berdua kelewat pede untuk mewajarkan kebersamaan kami.
Perfect smile! |
And yaah... Basa-basi kataku. Sebenarnya dia cuma ingin mengonfirmasi pesanku yang sebelumnya, tentang anniversary kami. :D Hahaha... Gotcha! Lucu saja membayangkan dia yang kukira nggak akan begitu peduli dengan hal-hal semacam itu, tapi rupanya menaruh perhatian juga. Suaranya terdengar sangat imut saat membicarakan hal itu. Hahahaha... xD Sayangku, sayangku...
Dan sama seperti yang selalu aku harapkan, segala yang baik-baik termasuk komunikasi dan hubunganku dengannya -yang barangkali agak aneh untuk ukuran pasangan normal- akan terus berlanjut. Sebisa mungkin dan memang seharusnya kualitas sekuel dua kami ini lebih menjadi lebih baik lagi dan diakhiri dengan masa yang paling baik bagi kami masing-masing.
Hitungan sudah berjalan, jangan berhenti, jangan kembali. :)) Setelah kedua, pasti akan ada ketiga, keempat, kelima, dan seterusnya dan seterusnya. Longlast for us, Dear. :*Hmmm... Jadiii, kenapa banyak piku-piku Kirisuna-couple dalam postingan ini? Dunno! But, sempat terpikir untuk googling beberapa gambar yang sekiranya cocok dengan tema tulisanku hari ini, then i found them! ^3^)9 Terlalu sweet untuk sekadar di-scroll tanpa mengabadikannya juga, maka sekalian deh. Kkk~
Have lunch together. To~get~her~ness~ ^^ |
Apa, ya? Romance-nya Kirisuna-couple ini agaknya beda dari couple-couple lain. Salah satu alasanku memvote mereka sebagai anime-couple tercouple(?) :P Yup! Romance-nya mereka natural, bersahabat, serta minim vulgar. Ya mungkin karena latar setting usia mereka yang relatif muda, namun sudah mampu untuk secara tegas mengesahkan hubungan mereka dalam pernikahan, sekalipun itu dalam SAO World. Jarang-jarang kan, ada karakter (apalagi anime) yang punya prinsip sugoi begitu?
Awalnya Kirito dan Asuna adalah rekan sesama player SAO yang saling bekerja sama dalam suatu battle melawan Boss. Sempat berpisah selama beberapa saat dan bertemu kembali dalam battle selanjutnya. Hubungan keduanya sempat buruk, tapi seiring berjalannya waktu kebersamaan mereka menghapus canggung. Dan kerjasama keduanya sudah tidak bisa dipisahkan lagi. Saling melindungi, berjuang untuk satu sama lain.
Asuna-lah yang kali pertama menampakkan kecenderungannya terhadap Kirito, dan luckyly perasaan gadis itu akhirnya bersambut. Andai di kehidupan nyata (aku) bisa begitu, ya? *wondering*
Ngg~ demo, kebanyakan posenya pas lagi tidur, ya? "--a Etapi bukankah ekspresi saat tidur itu adalah yang paling jujur? ;) Semoga kami bisa langgeng dan awet bahagia seperti mereka. Aamiiin...
Selasa, 15 Juli 2014
Not Just A Habit
Sesering apa kamu menyatakan perasaan pada kekasihmu? Sebanyak apa kamu menghadiahinya kata-kata cinta tiap hari? Bagaimana kalian saling memanggil dengan panggilan mesra terhadap satu sama lain?
Sepertinya bukan cuma aku(dan Chagiya) saja yang melakukan ritual tersebut. :P Sebagian besar pasangan pasti pernah menjalani hal serupa demi mengungkapkan betapa berharga kehadiran seorang terkasih bagi kita.
Sayang, Cinta, Kasih, Dear, Darl, Sweetheart, Love, Chagiya, Oppachagi, Batman, (panggilan couple ^^), sampai Hubby... Kusematkan panggilan-panggilan itu padanya, hanya kepadanya saja. Begitupun ia padaku. Kami bahkan jarang sekali langsung memanggil nama atau 'kamu', kecuali dalam guyonan, quotes, atau jika salah satu sedang merajuk. Paling sering kami saling memanggil 'Sayang' untuk yang lain. 'Yank' darinya untukku.
Kemudian tentang aktivitas, Chagiya dan aku sepakat untuk 'melaporkan' kegiatan masing-masing dalam sehari secara berkala. Bukan apa-apa, itu demi menghindarkan kekhawatiran dan asumsi negatif. Lebih baik membiarkan pasangan tahu apa yang sedang/akan/barusan kita kerjakan ketimbang membuatnya menebak-nebak apa yang kita lakukan ketika nggak bersamanya, kan? Apalagi bagi para pejuang LDR seperti kami ini. *tebar-tebar emot kisseu*
Debaran saat indikator -))) *nggak tahu itu simbol apaan, pokoknya di BBMku gambarnya gitu* berubah jadi tanda centang, lalu D, dan R, kemudian "sedang menuliskan sesuatu..." itu luar biasa sekali. Menanti sambil menebak-nebak balasan darinya seperti apa yang akan kuterima. Tanggapannya yang bagaimana akan kudapatkan. Bisakah kamu bayangkan?
Hanya saja lalu timbul pertanyaan dalam hatiku, sampai kapan? Sungguhkah bukan cuma untuk sementara? Realistis saja, kita ini seorang manusia yang bisa bosan kapan saja, nggak terkecuali terhadap pasangan. Oh, kecuali aku tentu! Aku nggak akan pernah merasa bosan denganmu, Chagi. ;) Tapi, bagaimana denganmu sendiri? Aku pun nggak mungkin memaksamu untuk hanya berkonsentrasi padaku dan mengesampingkan urusanmu yang lain. Kamu kan tahu, aku cukup pengertian tentang itu.*uhhuk*
Naaah... Jujur, yang aku takutkan adalah ketika Chagiya akan jadi bosan dengan segala rutinitas kami, sekalipun aku (selalu) senang-senang saja. Aku takut ia akan mulai menganggapku cengeng, cerewet, dan ribet. Karena selalu ingin tahu kabarnya, apa yang sedang ia lakukan, dan pasti aku akan jadi murung dan khawatir jika Chagiya nggak segera membalas pesanku. But he won't, will you Chagi? :(
Dan sepertinya Tuhan memang menginginkanku untuk memperbanyak sabar. Sejauh ini, meski nggak sedikit berkeluh kesah, aku dan Chagi belum pernah saling mendiamkan dalam kurun waktu yang terlampau lama. Seenggaknya belum pernah kami off chatting seharian penuh (dan jangan sampe, amit-amit). Sedikitnya kami pasti masih saling sapa, dan itu selalu membuatku lega setelah berjam-jam sebelumnya merasa terbebani sesuatu. :') Etapi harusnya nggak begitu juga, ya... >_< *keplak*
Hmm... Intinya menurutku nih, terlepas dari bagaimana cara kita mengekspresikan cinta dan perhatian terhadap pasangan, jangan sampai apa yang kita anggap berharga, sakral, hanya karena porsinya berlebihan akan kehilangan makna murni perasaan itu sendiri. Menguapkan artinya dan yang tertinggal cuma rutinitas, sekadar kebiasaan yang bisa dilakukan sambil lalu, nggak ada yang istimewa. Memang tergantung pada individunya sih, tapi nggak ada salahnya belajar menumbuhkan diri lebih baik dan mengantisipasi yang terburuk. Karena sama dengan mood kita yang kadang labil, nggak semua orang punya pendapat dan pemikiran yang sama dengan kita. Hormati, hargai. Mari mendewasa bersama. *^_^*
Sepertinya bukan cuma aku(dan Chagiya) saja yang melakukan ritual tersebut. :P Sebagian besar pasangan pasti pernah menjalani hal serupa demi mengungkapkan betapa berharga kehadiran seorang terkasih bagi kita.
Sayang, Cinta, Kasih, Dear, Darl, Sweetheart, Love, Chagiya, Oppachagi, Batman, (panggilan couple ^^), sampai Hubby... Kusematkan panggilan-panggilan itu padanya, hanya kepadanya saja. Begitupun ia padaku. Kami bahkan jarang sekali langsung memanggil nama atau 'kamu', kecuali dalam guyonan, quotes, atau jika salah satu sedang merajuk. Paling sering kami saling memanggil 'Sayang' untuk yang lain. 'Yank' darinya untukku.
"Sayangku lagi apa?" | "Nonton aja aku, Yank."
"Met puasa ya, Yank!" | "Iya, Yang. Sayang juga, ya..."De el el. Yaa~ gitu-gitu, sih... ^///^
Kemudian tentang aktivitas, Chagiya dan aku sepakat untuk 'melaporkan' kegiatan masing-masing dalam sehari secara berkala. Bukan apa-apa, itu demi menghindarkan kekhawatiran dan asumsi negatif. Lebih baik membiarkan pasangan tahu apa yang sedang/akan/barusan kita kerjakan ketimbang membuatnya menebak-nebak apa yang kita lakukan ketika nggak bersamanya, kan? Apalagi bagi para pejuang LDR seperti kami ini. *tebar-tebar emot kisseu*
"Aku otw pulang, Yang." | "Iya, Sayangku ati2 di jalan, ya."
"Ini aku habis pergi mancing, Yank. Mau mandi dulu." | "Iya, good job, Sayang."
"Aku sudah balik Jumatan, Yank." | "Nggeh, Sayang... Aku habis ini juga sholat kok."Sederhana kan, sebetulnya? Aku (sangat)s}puka dan menikmati kebiasaan-kebiasaan kecil kami semacam itu. Saling bertukar "Oyasumi", "Met berbuka puasa", "Met tarawih", dan "Met-" yang lain-lain. Aku hobi menceritakan apa saja yang menurutku menarik dan membaginya dengan Chagi, lantas mendiskusikan hal tersebut -yang nggak jarang itu adalah sesuatu nggak penting- menertawakan, bercanda tentang hal itu, bahkan saling adu argumen. Bagi orang lain mungkin sepele, tapi se-nggak penting nggak pentingnya konversasi kami, aku tetap menghargainya, menikmatinya.
We were friend, are still friend. |
Hanya saja lalu timbul pertanyaan dalam hatiku, sampai kapan? Sungguhkah bukan cuma untuk sementara? Realistis saja, kita ini seorang manusia yang bisa bosan kapan saja, nggak terkecuali terhadap pasangan. Oh, kecuali aku tentu! Aku nggak akan pernah merasa bosan denganmu, Chagi. ;) Tapi, bagaimana denganmu sendiri? Aku pun nggak mungkin memaksamu untuk hanya berkonsentrasi padaku dan mengesampingkan urusanmu yang lain. Kamu kan tahu, aku cukup pengertian tentang itu.*uhhuk*
Naaah... Jujur, yang aku takutkan adalah ketika Chagiya akan jadi bosan dengan segala rutinitas kami, sekalipun aku (selalu) senang-senang saja. Aku takut ia akan mulai menganggapku cengeng, cerewet, dan ribet. Karena selalu ingin tahu kabarnya, apa yang sedang ia lakukan, dan pasti aku akan jadi murung dan khawatir jika Chagiya nggak segera membalas pesanku. But he won't, will you Chagi? :(
Dan sepertinya Tuhan memang menginginkanku untuk memperbanyak sabar. Sejauh ini, meski nggak sedikit berkeluh kesah, aku dan Chagi belum pernah saling mendiamkan dalam kurun waktu yang terlampau lama. Seenggaknya belum pernah kami off chatting seharian penuh (dan jangan sampe, amit-amit). Sedikitnya kami pasti masih saling sapa, dan itu selalu membuatku lega setelah berjam-jam sebelumnya merasa terbebani sesuatu. :') Etapi harusnya nggak begitu juga, ya... >_< *keplak*
Hmm... Intinya menurutku nih, terlepas dari bagaimana cara kita mengekspresikan cinta dan perhatian terhadap pasangan, jangan sampai apa yang kita anggap berharga, sakral, hanya karena porsinya berlebihan akan kehilangan makna murni perasaan itu sendiri. Menguapkan artinya dan yang tertinggal cuma rutinitas, sekadar kebiasaan yang bisa dilakukan sambil lalu, nggak ada yang istimewa. Memang tergantung pada individunya sih, tapi nggak ada salahnya belajar menumbuhkan diri lebih baik dan mengantisipasi yang terburuk. Karena sama dengan mood kita yang kadang labil, nggak semua orang punya pendapat dan pemikiran yang sama dengan kita. Hormati, hargai. Mari mendewasa bersama. *^_^*
Senin, 14 Juli 2014
Erciel Himikail Putra C.
Apa jadinya kalau suatu saat benar-benar ada seseorang yang menyandang nama itu? Anak laki-laki pertamaku kah? xD If you know me close enough, you'll know that i'm always wondering to have a couple of twin sons, who both named Matahari: Matahari Senja and Matahari Jingga. Yess! Terinspirasi oleh nama karakter sepasang anak laki-laki kembar dalam seri novel bersambung Jingga dan Senja karangan Esti Kinasih, penulis kesayangannya aku. :* Sounds weird, doesn't it? But it 'cause i love the sun that much. Lebih-lebih pada jingga senja.ERCIEL HIMIKAIL PUTRA CAHYANTO
Tadinya memang kepikiran gitu, dan masih. Aku memang penyuka benda-benda angkasa, tapi matahari punya daya tarik tersendiri bagiku. Kalau bisa di semua nama anak-anakku (Inshaa Allah) ada kata matahari-nya. Entah dengan kata lugas 'matahari' itu sendiri, atau padanan katanya, pun translate kata 'matahari' dalam bahasa lain. Omoshiroi~ xD
Nah, komposisi nama "Erciel Himikail Putra Cahyanto" ini tiba-tiba saja terpikir beberapa saat lalu dan segera kutuliskan di sini. Well, aku sedang rally anime Kuroshitsuji (Black Buttler), di mana kamu akan menemukan duet karakter utama bernama Ciel Phantomhive dan Sebastian Michaelis. Mereka mewakili jenis-jenis karakter yang sangat kusuka. Ya, aku terispirasi nama-nama mereka juga.
See?
- Er~Ciel adalah namaku 'R' dan 'Ciel' (baca: Shieru/Shiel/Shil) yakni sang tuan muda bangsawan dalam anime Kuroshitsuji. Laruku (L'Arc~en~Ciel) juga ada 'ciel'-nya, kan! :Dv Dengan nggak menutup harapan bahwa kelak si Boy akan tumbuh unyu-munyu-menggemaskan-berwibawa seperti Ciel (minus manja dan bossy-nya). *Aamiiin*
- Hi~Mikail: 'Hi' adalah 'matahari' versi Nihonggo (jadi tetap ada unsur matahari-nya). Sedangkan Mikail/Mikhael/Michael merupakan nama salah satu dari empat malaikat utama (Arcangel) yang bertugas mengatur air, menurunkan hujan/petir, dan membagikan rezeki. *sugoi desu ne?*; penyederhanaan lafal dari 'Michaelis', 'Mika' juga nama salah satu penyanyi internasional favoritku, sekaligus nama tokoh utama cowok dalam buku Waktu Aku Sama Mika karya Indi Sugar.
- Putra (anak laki-laki) ya karena dia cowok, kalau cewek maka nantinya akan jadi 'Putri'. ;)
- dan Cahyanto itu tentu saja nama belakang bapaknya. So we will be The Cahyantos! Huahahahaha... xD
Sebastian Michaelis si Akumo Shitsuji bersama sang Earl, Ciel Phantomhive |
Selasa, 08 Juli 2014
'Firasat' X A Nightmare X Miss You
Kemarin
Kulihat awan membentuk wajahku
Desau angin meniupkan namamu
Tubuhku terpaku
Semalam
Bulan sabit melengkungkan senyummu
Tabur bintang serupa kilau auramu
Aku pun sadari
Ku segera berlari
Cepat pulang...
Cepat kembali jangan pergi lagi
Firasatku ingin kau 'tuk cepat pulang
Cepat kembali
Jangan pergi lagi
Akhirnya
Bagai sungai yang mendamba samudera
Ku tahu pasti ke mana kan ku bermuara
Semoga ada waktu
Sayangku
Ku percaya alam pun berbahasa
Ada makna di balik semua pertanda
Firasat ini...
Rasa rindukah atau kan tanda bahaya
Aku tak peduli
Ku terus berlari...
*
Sayup-sayup terdengar lagu itu disenandungkan. Firasat.Desau angin meniupkan namamu
Tubuhku terpaku
Semalam
Bulan sabit melengkungkan senyummu
Tabur bintang serupa kilau auramu
Aku pun sadari
Ku segera berlari
Cepat pulang...
Cepat kembali jangan pergi lagi
Firasatku ingin kau 'tuk cepat pulang
Cepat kembali
Jangan pergi lagi
Akhirnya
Bagai sungai yang mendamba samudera
Ku tahu pasti ke mana kan ku bermuara
Semoga ada waktu
Sayangku
Ku percaya alam pun berbahasa
Ada makna di balik semua pertanda
Firasat ini...
Rasa rindukah atau kan tanda bahaya
Aku tak peduli
Ku terus berlari...
*
Ia menoleh. Mendapati Desstya yang juga tengah menoleh dan melempar sekilas senyuman padanya, sebelum berlalu menghampiri mesin fotokopi. Rupanya pemuda itu yang barusan bernyanyi.
"Pas banget!" dikembalikannya fokus pada monitor komputer. Tugasnya untuk hari ini tidak bisa dibilang sedikit. Ia yakin menatap halaman excel untuk meng-input data, tapi yang tertangkap matanya adalah screen tab yang menampilkan chat BBM-nya dengan Vem beberapa saat lalu.
Damn! Ia mengantukkan kepalanya pada meja kerja keras-keras. Setengah sadar. Beberapa rekan seruangannya menoleh, tapi ia tidak ambil peduli. Hatinya lebih sakit daripada sekadar dahinya yang memerah.
Hari ini akan jadi hari yang sangat panjang dan melelahkan. Ia mendesah. Lelah.
Mengingat mimpinya semalam. Arre sangat jarang bermimpi, apalagi sampai teringat dan masih segar ingatan tentang mimpi tersebut hingga keesokan paginya, sepanjang hari. Semula ia memang tidak menyadari apa yang membuatnya pening dan malas bangun sahur. Malam itu tidurnya sama sekali jauh dari nyenyak.
Usai makan sahur gadis itu kembali naik ke tempat tidur. Saat itulah ingatannya muncul. Mimpinya berlanjut, dan semakin jelas jalan ceritanya. Para pelakunya. Dirinya tentu ada di sana, berikut Vem, lalu seseorang yang seharusnya tidak (pernah) ada, yakni perempuan itu. Seseorang yang pernah mengisi hati Vem sebelum dirinya.
Arre nyaris sadar dirinya sedang bermimpi, tapi sialnya ia tidak bisa membangunkan dirinya sendiri dan lari dari mimpi yang tidak pernah ingin ia lihat itu. Saat seseorang yang ia kasihi harus bersama perempuan lain, apalagi mantan pacar.
Betapa lelucon yang saking lucunya hingga hanya bisa menerbitkan tawa jengah. Hancur sudah. Berharap dihibur apanya? Mungkin justru dirinya yang harus menghibur Vem agar lelaki itu tidak berlarut-larut mengenang masa lalu.
Hampir seharian ia mendadak badmood dengan segala hal. Morningsick dini hari tadi tentu jadi hal paling dicurigai atas ke-eror-an-nya sepanjang hari. Belum lagi frekuensi chatnya dengan Vem yang (entah kenapa) menurutnya agak berkurang. Ia kesepian. Ia merasa kehilangan. Tapi jika demi mendapatkan penjabaran detil mimpi versi Vem, lebih baik keduanya saling menyibukkan diri dengan hal lain dulu. Arre belum siap mengetahui isi mimpi Vem.
Gadis itu sempat menduga, Vem pun sedang menetralisir perasaannya pasca tragedi mimpi itu dan sedang tidak ingin membahas apapun yang bisa menyerempet topik tersebut. Arre sendiri juga ingin sekali segera melupakannya, tapi tak kunjung bisa.
**Arre nyaris sadar dirinya sedang bermimpi, tapi sialnya ia tidak bisa membangunkan dirinya sendiri dan lari dari mimpi yang tidak pernah ingin ia lihat itu. Saat seseorang yang ia kasihi harus bersama perempuan lain, apalagi mantan pacar.
"a nightmare x sickmotion x miss you"Status BBM baru terpasang sudah. Setengah berharap Vem akan tertarik untuk menanyakan apa yang telah ia alami dalam mimpi. Tapi barangkali kehendak Tuhan tidak ada yang bisa menentukan. Alih-alih mendapat penghiburan dari kekasihnya di pagi hari itu, Arre mendapatkan sakit kepala susulan. Seolah ia dan Vem ditakdirkan untuk melihat mimpi yang sama.
"mimpiin mantan..."Ha!
Betapa lelucon yang saking lucunya hingga hanya bisa menerbitkan tawa jengah. Hancur sudah. Berharap dihibur apanya? Mungkin justru dirinya yang harus menghibur Vem agar lelaki itu tidak berlarut-larut mengenang masa lalu.
Hampir seharian ia mendadak badmood dengan segala hal. Morningsick dini hari tadi tentu jadi hal paling dicurigai atas ke-eror-an-nya sepanjang hari. Belum lagi frekuensi chatnya dengan Vem yang (entah kenapa) menurutnya agak berkurang. Ia kesepian. Ia merasa kehilangan. Tapi jika demi mendapatkan penjabaran detil mimpi versi Vem, lebih baik keduanya saling menyibukkan diri dengan hal lain dulu. Arre belum siap mengetahui isi mimpi Vem.
Gadis itu sempat menduga, Vem pun sedang menetralisir perasaannya pasca tragedi mimpi itu dan sedang tidak ingin membahas apapun yang bisa menyerempet topik tersebut. Arre sendiri juga ingin sekali segera melupakannya, tapi tak kunjung bisa.
Bukan inginnya untuk selalu terkikik geli tiap kali iseng melihat chapture-an chat BBM antara Vem dengan Mbak Mantan, tapi 'kasus' ini agaknya cukup 'lucu' dan menghibur bagi Arre. Bagaimana tidak? Tidak lama setelah tiba-tiba mengingat mimpi yang bahkan tidak ingin ia impikan, Arre ingin sekali mendapat reaksi menenangkan dari Vem alih-alih harus menemukan lelakinya mengupdate status BBM yang tidak kalah mengerikan dari mimpinya.
Namun barangkali kekhawatiran Arre agaknya tidak beralasan. Malamnya tanpa menunggu chat darinya, Vem memulai percakapan terlebih dahulu. Menanyakan kabarnya hari itu, dan perihal mimpinya. Sekalian saja sekali-sekali gadis itu akan pura-pura merajuk. Meminta perhatian lebih dari sang kekasih. Berharap apa yang ia cemaskan tidak akan menjadi kenyataan.
Percakapan mengalir begitu saja, seolah pagi hingga sore sama sekali tidak mempermasalahkan komunikasi mereka berdua. Rasa penasaran Arre lunas sudah dengan detil-detil yang diberikan oleh Vem tentang mimpi keduanya.
Tentu Arre menjadi lega. Dengan ringan ia pun menceritakan pada Vem tentang mimpinya sendiri. Bahwa keduanya memang memimpikan hal yang sama, tapi dengan sudut pandang yang berbeda: jika Vem bermimpi berbincang-bincang dengan Mbak Mantan, maka Arre jelas memimpikan Vem yang (sialnya) lebih banyak menghabiskan waktunya dengan perempuan itu dibanding dirinya yang sama-sama juga berada dalam mimpi.
Namun barangkali kekhawatiran Arre agaknya tidak beralasan. Malamnya tanpa menunggu chat darinya, Vem memulai percakapan terlebih dahulu. Menanyakan kabarnya hari itu, dan perihal mimpinya. Sekalian saja sekali-sekali gadis itu akan pura-pura merajuk. Meminta perhatian lebih dari sang kekasih. Berharap apa yang ia cemaskan tidak akan menjadi kenyataan.
Percakapan mengalir begitu saja, seolah pagi hingga sore sama sekali tidak mempermasalahkan komunikasi mereka berdua. Rasa penasaran Arre lunas sudah dengan detil-detil yang diberikan oleh Vem tentang mimpi keduanya.
tertanggal kemarin. ;) |
Tahu awalnya Vem setengah tertawa menganggapi curhatan Arre tentang mimpi-mimpi mereka. Kebetulan yang sangat rapi. Lelaki itu akhirnya membagi beberapa fakta yang sengaja ia simpan dari Arre sebelumnya: bahwa Mbak Mantan menghubunginya dalam beberapa waktu lalu. Mendapat ejekan dari Vem.
"Hehehe Sayang ni aslinya takut nek aku ketemu sama mantanku yang di sini paling. Demi Allah Sayang, aku nggak nakal kok di sini,"
Tak kuasa Arre menahan senyumnya. Ia bahkan tertawa lebar sekali saat Vem mengiriminya 'bukti' bahwa sekalipun lelaki itu saling sapa dengan mantannya, kali ini Vem benar-benar menegaskan status hubungannya dengan Arre.
Vem juga bersumpah tidak bermaksud dengan sengaja memimpikan sang mantan. Sama sekali bukan faktor kangen dan sejenisnya, murni kebetulan. Lelaki itu mengaku hanya berjalan-jalan sambil mengobrol dengan Mbak Mantan (dalam apa-apa). Tidak ada apa-apa lagi.
Salah paham hari itupun berakhir dengan baik. Arre dan Vem sudah saling membalas senyum satu sama lain dan mengikhlaskan semuanya. Dan kini menertawakan.
"Sweet dream ya Sayang, jangan bad dream lagi..." ;)
Rabu, 02 Juli 2014
My First Love at The First Sight
Cinta pada pandangan pertama? Mana ada? Banyak orang menyangsikan keberadaan perasaan semacam itu. Seringkali ia dinama-lainkan dengan kekaguman singkat, pesona sesaat, khilaf, atau bahkan nafsu. Tapi aku tidak sependapat. Bilamana tidak? Terlepas dari apa yang disebut maya oleh mereka yang tidak percaya, cinta pada pandangan pertama benar terjadi padaku. Delapan tahun lalu, dalam 1x10 detik bersitatap mata, kulabuhan satu-satunya cintaku padanya.
***
Lorong sekolah tak ubahnya pasar saat harga barang dapur sedang turun drastis. Sangat ramai. Ratusan siswa berkerumun di depan papan pengumuman. Berdesak-desakan, saling dorong. Ricuh sekali. Mereka pasti siswa baru, sama sepertiku, harap-harap cemas ingin tahu di kelas mana akan ditempatkan untuk setahun ke depan.
Dua puluh menit menunggu, gelombang siswa yang berjejalan di sekitar satu-satunya papan pengumuman belum mereda. Aku belum juga mendapatkan kesempatan mencari tahu kelasku. Ini sangat tidak adil bagi orang-orang bertubuh kecil lagi pendek sepertiku. Jangankan bisa mencermati daftar pembagian kelas dengan jelas, mendekati lautan manusia itu saja rasanya mustahil. Tubuh-tubuh di sana sudah pasti jauh lebih besar. Membayangkannya saja aku ngeri.
Dan aku terus mendengar suara yang sama. Berasal dari seorang siswa jangkung yang berteriak beberapa kali pada sekawanan siswa di luar kerumunan. Beberapa dari mereka balik meneriakkan nama-nama lain. Si jangkung kembali memindai papan pengumunan, berseru lagi menyebutkan kelas si penanya. Rupanya siswa itu tengah membantu teman-temannya menemukan kelas-kelas mereka.
Tanpa sadar aku memerhatikan. Tubuh kurus menjulang dengan suara lantang beraksen khas Jawa Tengah yang kental, ia sangat mencolok dan seketika menyedot segenap perhatianku.
Kuamati lagi ia cenderung berkulit agak gelap dari kebanyakan siswa yang berasal kota ini. Rambutnya ikal dengan potongan yang pas. Ia mempunyai raut wajah yang tegas, namun tampak hangat dan bersahabat. Apalagi senyumannya. Tawa si jangkung itu. Sepasang gigi gingsul-nya terlihat di balik bibir setiap kali ia tertawa lebar.
Manis sekali, Ya Tuhan... Ah, seandainya aku mengenal siswa jangkung baik hati itu, ia pasti mau membantu menemukan kelasku. Terus saja aku memerhatikannya.
Secara ajaib ia tiba-tiba menoleh ke arahku. Mata kami bersitatap. Selama 10 detik. Sepuluh detik yang terasa selamanya dan tahu-tahu dadaku bergemuruh saat siswa jangkung itu melemparkan senyum. Padaku.
Senyuman di bibirku pun surut.
Seperti inikah rasanya jatuh cinta? Inikah yang disebut-sebut sebagai cinta pada pandangan pertama? Terasa begitu manis dan indah. Jemariku bergetar saking berdebarnya. Menikmati senyumannya benar-benar melenakan dan membuatku ingin tersenyum juga. Lalu ada cemas, gelisah, malu. Juga terbit kecewa, saat aku tidak sempat menanyakan namanya.
Tuhan... Aku niat masuk ke sekolah idamanku ini untuk belajar. Tapi apa yang terjadi? Tidak pernah terpikir aku yang introvert dan serba biasa saja ini akan bisa merasakan jatuh cinta. Kalau memang bukan cinta, lalu perasaan apa yang kurasakan padanya kini? Kali pertama aku jatuh cinta pada pandangan yang pertama pula, kepada dirinya. Begitu tiba-tiba, begitu cepat, dan tidak terelakkan. Tidak bisa kupalingkan hati ini darinya, Tuhan...
***
Selang beberapa bulan kemudian, barulah aku mengetahui namanya. Kelasnya, hobinya, makanan kesukaannya, film anime favoritnya, sampai genre musik yang sering kami bagi bersama. Semua hal tentang si jangkung, dengan murah hati diberitahukan oleh Tuhan padaku. Aku lebih suka menyebutnya 'takdir' karena siapa sangka, aku ternyata punya begitu banyak persamaan selera dengan seseorang yang kucinta? Singkat kata, aku dan si jangkung mulai bersahabat.
Apa cintaku padanya akan bisa berbalas dengan mudah? Karena ia adalah sahabatku dan kami sangat dekat? Sayangnya tidak. Aku memang masih sangat menyukainya, sekaligus tak ingin ia tahu. Tidak rela rasanya mengorbankan persahabatan kami demi perasaanku yang bisa jadi cuma sepihak. Mau bagaimana lagi? Saat kami naik kelas sebelas, ia jadian dengan seorang adik kelas. Kala itu hatiku begitu terluka. Hancur. Sedihnya luar biasa. Benar-benar merasa kalah. Tapi aku tahu, aku tidak akan pernah mampu untuk kehilangannya.
Apa lalu aku menyerah? Tidak. Aku masih selalu menyukainya. Kusukai apapun darinya, apapun tentangnya. Sekalipun dia bukan kekasihku. Sekalipun yang bisa kulakukan cuma mencintainya secara sepihak. Dengan diam-diam tanpa sepengetahuan dirinya, aku ingin menjaga kebahagiaannya. Ingin lebih banyak menikmati senyumannya. Ingin selalu mendukungnya, bahkan saat harus mendampinginya kala cintanya dengan sang gadis, kandas.
Percayakah? Cinta pertamaku di kali pertama berpandangan dengannya, masih tetap ada. Semakin bertumbuh seiring berjalannya waktu. Lambat laun aku pun membiarkannya mengetahui perasaan yang selama ini kusimpan untuknya. Menyerahkan semua seperti aliran air sesuai yang dikehendaki Tuhan.
***
Juli, 2014.
Aku masih seorang gadis introvert yang memercayai cinta pada pandangan pertama. Menyimpan dan menumbuhkan cinta itu sebaik yang kubisa.Pun masih aku bersahabat dengan si jangkung yang selalu kucintai hingga kini. Ia pun masih tetap seorang pemuda jangkung baik hati, dengan logat Jawa Tengah yang aku suka sekali mendengarnya berbicara. Bedanya hanya satu, selain sahabat ia sekarang berstatus sebagai pasanganku. Ya, setelah delapan tahun, sekarang aku menjadi gadisnya. :)
Maka, apa lagi yang bisa lebih membahagiakan dari ini?
***
Lorong sekolah tak ubahnya pasar saat harga barang dapur sedang turun drastis. Sangat ramai. Ratusan siswa berkerumun di depan papan pengumuman. Berdesak-desakan, saling dorong. Ricuh sekali. Mereka pasti siswa baru, sama sepertiku, harap-harap cemas ingin tahu di kelas mana akan ditempatkan untuk setahun ke depan.
Dua puluh menit menunggu, gelombang siswa yang berjejalan di sekitar satu-satunya papan pengumuman belum mereda. Aku belum juga mendapatkan kesempatan mencari tahu kelasku. Ini sangat tidak adil bagi orang-orang bertubuh kecil lagi pendek sepertiku. Jangankan bisa mencermati daftar pembagian kelas dengan jelas, mendekati lautan manusia itu saja rasanya mustahil. Tubuh-tubuh di sana sudah pasti jauh lebih besar. Membayangkannya saja aku ngeri.
Dan aku terus mendengar suara yang sama. Berasal dari seorang siswa jangkung yang berteriak beberapa kali pada sekawanan siswa di luar kerumunan. Beberapa dari mereka balik meneriakkan nama-nama lain. Si jangkung kembali memindai papan pengumunan, berseru lagi menyebutkan kelas si penanya. Rupanya siswa itu tengah membantu teman-temannya menemukan kelas-kelas mereka.
Tanpa sadar aku memerhatikan. Tubuh kurus menjulang dengan suara lantang beraksen khas Jawa Tengah yang kental, ia sangat mencolok dan seketika menyedot segenap perhatianku.
Kuamati lagi ia cenderung berkulit agak gelap dari kebanyakan siswa yang berasal kota ini. Rambutnya ikal dengan potongan yang pas. Ia mempunyai raut wajah yang tegas, namun tampak hangat dan bersahabat. Apalagi senyumannya. Tawa si jangkung itu. Sepasang gigi gingsul-nya terlihat di balik bibir setiap kali ia tertawa lebar.
Manis sekali, Ya Tuhan... Ah, seandainya aku mengenal siswa jangkung baik hati itu, ia pasti mau membantu menemukan kelasku. Terus saja aku memerhatikannya.
Secara ajaib ia tiba-tiba menoleh ke arahku. Mata kami bersitatap. Selama 10 detik. Sepuluh detik yang terasa selamanya dan tahu-tahu dadaku bergemuruh saat siswa jangkung itu melemparkan senyum. Padaku.
"Hei, kamu!" ia melambaikan tangan, setengah berteriak. Jelas-jelas sedang berbicara padaku. "Iya, yang berjaket Milan! Namamu?"Bodohnya, aku refleks mengarahkan jari telunjuk ke hidungku sendiri alih-alih langsung menjawabnya. Aku melihatnya mengangguk. Masih dengan senyum lebarnya yang manis.
"Riza Chanifa! C-H-A! Pakai 'Ce-Ha', Chanifa! Nomor 11477!" aku takut ia tidak mendengarku dengan jelas. Namaku menggunakan ejaan yang sedikit tidak lazim.
Namun kemudian ia mengacungkan ibu jarinya. Tanda mengerti. Mengalihkan pandangannya pada papan pengumuman. Mencarikan namaku. "Sepuluh E!" serunya beberapa saat kemudian. Ia tersenyum lagi. Apa tersenyum itu memang hobinya?Tanpa kusadari aku pun ikut tersenyum. Jantungku yang sudah bertingkah aneh sejak tadi makin dag-dig-dug sejadi-jadinya. Gawat! Semakin lama kunikmati senyumannya, semakin gemuruh dalam dada ini tak terkendalikan. Gugup. Jarak kami cukup jauh, tapi aku merasa takut suara degup jantungku akan terdengar sampai ke tempatnya. Sayangnya, saat hendak mendekat untuk sekadar mengucapkan terima kasih, siswa jangkung itu sudah tidak terlihat lagi.
Senyuman di bibirku pun surut.
Seperti inikah rasanya jatuh cinta? Inikah yang disebut-sebut sebagai cinta pada pandangan pertama? Terasa begitu manis dan indah. Jemariku bergetar saking berdebarnya. Menikmati senyumannya benar-benar melenakan dan membuatku ingin tersenyum juga. Lalu ada cemas, gelisah, malu. Juga terbit kecewa, saat aku tidak sempat menanyakan namanya.
Tuhan... Aku niat masuk ke sekolah idamanku ini untuk belajar. Tapi apa yang terjadi? Tidak pernah terpikir aku yang introvert dan serba biasa saja ini akan bisa merasakan jatuh cinta. Kalau memang bukan cinta, lalu perasaan apa yang kurasakan padanya kini? Kali pertama aku jatuh cinta pada pandangan yang pertama pula, kepada dirinya. Begitu tiba-tiba, begitu cepat, dan tidak terelakkan. Tidak bisa kupalingkan hati ini darinya, Tuhan...
***
Selang beberapa bulan kemudian, barulah aku mengetahui namanya. Kelasnya, hobinya, makanan kesukaannya, film anime favoritnya, sampai genre musik yang sering kami bagi bersama. Semua hal tentang si jangkung, dengan murah hati diberitahukan oleh Tuhan padaku. Aku lebih suka menyebutnya 'takdir' karena siapa sangka, aku ternyata punya begitu banyak persamaan selera dengan seseorang yang kucinta? Singkat kata, aku dan si jangkung mulai bersahabat.
Apa cintaku padanya akan bisa berbalas dengan mudah? Karena ia adalah sahabatku dan kami sangat dekat? Sayangnya tidak. Aku memang masih sangat menyukainya, sekaligus tak ingin ia tahu. Tidak rela rasanya mengorbankan persahabatan kami demi perasaanku yang bisa jadi cuma sepihak. Mau bagaimana lagi? Saat kami naik kelas sebelas, ia jadian dengan seorang adik kelas. Kala itu hatiku begitu terluka. Hancur. Sedihnya luar biasa. Benar-benar merasa kalah. Tapi aku tahu, aku tidak akan pernah mampu untuk kehilangannya.
Apa lalu aku menyerah? Tidak. Aku masih selalu menyukainya. Kusukai apapun darinya, apapun tentangnya. Sekalipun dia bukan kekasihku. Sekalipun yang bisa kulakukan cuma mencintainya secara sepihak. Dengan diam-diam tanpa sepengetahuan dirinya, aku ingin menjaga kebahagiaannya. Ingin lebih banyak menikmati senyumannya. Ingin selalu mendukungnya, bahkan saat harus mendampinginya kala cintanya dengan sang gadis, kandas.
Percayakah? Cinta pertamaku di kali pertama berpandangan dengannya, masih tetap ada. Semakin bertumbuh seiring berjalannya waktu. Lambat laun aku pun membiarkannya mengetahui perasaan yang selama ini kusimpan untuknya. Menyerahkan semua seperti aliran air sesuai yang dikehendaki Tuhan.
***
Juli, 2014.
Aku masih seorang gadis introvert yang memercayai cinta pada pandangan pertama. Menyimpan dan menumbuhkan cinta itu sebaik yang kubisa.Pun masih aku bersahabat dengan si jangkung yang selalu kucintai hingga kini. Ia pun masih tetap seorang pemuda jangkung baik hati, dengan logat Jawa Tengah yang aku suka sekali mendengarnya berbicara. Bedanya hanya satu, selain sahabat ia sekarang berstatus sebagai pasanganku. Ya, setelah delapan tahun, sekarang aku menjadi gadisnya. :)
Maka, apa lagi yang bisa lebih membahagiakan dari ini?
NB. Tulisan ini diikutsertakan untuk lomba menulis #NovelSecondChance by @NovelAddict_ dan @GlennAlexei
Langganan:
Postingan (Atom)