Dibuka dengan salam sapa dari Mas Wahyu selaku MC, materi pertama dibawakan oleh Mbak Nisrina yang merupakan salah satu editor kawakan Diva Press. Usai berkenalan kami--para peserta--diberi wawasan seputar naskah. Bagaimana membangun cerita yang baik dengan mengangkat setting tempat favorit, yang nantinya akan kami tuang dalam kelas #Menulis3Jam.
Pak Edy dan materi kepenulisan |
Kelas #Menulis3Jam barangkali menjadi momok bagi hampir semua peserta(termasuk aku). Pasalnya dalam waktu hanya 3 jam kami dituntut menyelesaikan sebuah cerpen menggunakan setting tempat favorit, seperti yang telah kami sebutkan masing-masing di awal tatap muka dengan Mbak Rina. Sekalipun dibagi dalam satu-kelompok-lima-orang-dengan-seorang-mentor tetap saja itu tidak mudah buatku. *nangis*
Syaifullan #KF1 berbagi inspirasi menulis |
Beranjak malam, tiba saat naskah cerpen peserta dievaluasi perkelompok bersama mentor. Kelompok 5 terdiri dari aku, Patrick, Mbak Ria, Mitha, dan Mbak Yuni, plus Mbak Ajjah selaku mentor. Agak berbeda teknis dengan kelompok lain, Mbak Ajjah menyilakan kami untuk membaca dan mengeditori naskah rekan-rekan sekelompok, sebelum kami membahasnya ramai-ramai.
Rasa minder muncul begitu selesai kubaca empat naskah selain milikku. Semuanya bagus. Kenapa cuma cerpenku yang hancur begini? o(╥﹏╥)o Mbak Ajjah sendiri tidak banyak berkomentar namun sudah menyiapkan notes bagi cerpen-cerpen kami. Wasiat beliau, "Perkara typo atau tanda baca itu gampang. Tidak perlu terlalu dipusingkan. Yang paling penting untuk dibenahi adalah kerunutan cerita dan kelogisannya." Jeng jeeeengg~~ tapi justru itulah yang selama ini jadi kelemahanku. *senden tembok*
"Mengevaluasi karya orang lain jauh lebih mudah ketimbang membuatnya sendiri. Dari nol. Ngomong gampang, tapi melakoni sendiri belum tentu mampu." -Hamba Allah, #KF13 #SelfReminderMemikirkan betapa mengenaskannya tulisan sendiri pangkal insomnia. Berpartisipasi dalam kegiatan khataman Al-Qur'an dan tahajud bareng--yang konon menu baru Kampus Fiksi--adalah pilihan yang tidak pernah kusesali. Dipimpin langsung oleh Pak Edy selama kurang lebih satu jam, berkat itu hatiku yang gelap dan galau menjadi damai dan kantuk pun lekas datang. Terima kasih Pak Edy, terima kasih Kampus Fiksi. *apadeh*
Minggu, 30 Agustus 2015
Hari kedua. Mbak Munnal mengawali Minggu pagi kami dengan informasi tentang keredaksian; mulai dari urutan penawaran naskah dan tata cara pengirimannya, pemafhuman bahwa penyeleksian naskah butuh waktu (penulis itu harus sabar, tidak disarankan bagi yang labil), proses MoU antara penulis dengan penerbit, hingga naskah siap dicetak dan diterbitkan.
Mas Aconk menyambung dengan materi seputar stategi marketingnya. Penulis yang mungkin berpikir sudah-pasrah-saja-pokok-buku-sudah-terbit niscaya terbuka wawasannya, bahwa penting bagi penulis untuk ikut aktif mempromosikan/mempublikasikan (diri dan)karyanya. Di sini sekaligus dibagi tips-tips kian eksis melalui dunia maya memanfaatkan jejaring sosial. ;)
Kelas kedua bersama Pak Edy membahas cerpen terpilih Salju Turun di Alun-Alun karya Mas Ginanjar Teguh. Fyi, Mas Gin ini penulis novel Bulan Merah yang cukup fenomenal. Cerpen tersebut adalah kontribusi keduanya pada laman basabasi.com setelah Middag in De Eendracht. *plokplokplok* *nih, kubantu publikasi, nih* Atas ketenarannya, ya wajarlah dia yang menang. *hush*
Sempat nyesek saat Pak Bos menyebut, "Kualitas tulisan-tulisan KF generasi 13 kalah jauh dengan angkatan KF sebelum-sebelumnya."
Kretek. Kalian dengar? Patah hati ini, Kawan. Kamipun ingin sekali bisa menghasilkan tulisan-tulisan berstandar dan layak terbit. Namun apa daya, mungkin beberapa dari kami(aku jelas salah satunya) ilmunya memang masih belum mumpuni. Hiks...
Joni Ariadinata, cerpenis sastra senior |
Sungguhan. Apapun yang kutulis di sini tetap tak bisa melukiskan hari-hari yang sesungguhnya terjadi. Tak akan sesempurna yang benar-benar kami alami. Tapi ini jujur yang ingin kubagi pada siapa saja yang tertarik dan ingin merasakan hal serupa. Kamu harus datang ke Kampus Fiksi dan mengalaminya sendiri. :')
Minggu sore ditutup dengan materi mengenai bimbingan online oleh Mbak Rina. Fyi, semua alumni Kampus Fiksi berhak memperoleh bimbingan penuh dan menerbitkan novel perdana di Diva Press, tentu dengan syarat dan ketentuan berlaku. Peserta begitu antusias mengajukan pertanyaan terkait 'fasilitas eksklusif' ini. Penulis mana yang tidak tergiur untuk segera melahirkan karya di bawah bimbingan mentor sekaliber Mbak Rina yang termasuk jajaran editor utama? *salim Mbak Rina*
Hari yang menyenangkan selalu cepat berakhir. Selepas makan malam terakhir di karantina, peserta kembali berkumpul. Sayangnya tidak ada materi lagi. Kami hanya diminta untuk mengisi angket tentang Kampus Fiksi yang sudah dua hari kami ikuti. Barulah aku sadar betapa waktu seringan itu berlalu. Kampus Fiksi yang sebelumnya antusias dinanti, dijadwalkan; tiba hari H, sepenuh hati menerima materi meski sesekali diwarnai dengan mata berat menahan kantuk; kini sudah hampir usai. Begitu lembar angket diserahkan kembali, perpisahan adalah satu-satunya hal yang kuharap tidak terjadi.
Pak Edy menyampaikan petuah-petuah sebagai bekal penutupan. Minggu malam itu kami dinyatakan lulus sebagai peserta dan otomatis menjadi bagian baru keluarga Kampus Fiksi yang sah. Senang. Bangga. Haru. Bimbang. Semacam tidak mau pulang. Tapi di belakang kami akan ada angkatan-angkatan Kampus Fiksi selanjutnya. Harus ada lebih banyak lagi generasi yang tahu, mengenal, merasakan betapa indah dan menyenangkannya menulis bersama-sama, menjadi bagian dari Kampus Fiksi.
Mengikuti Kampus Fiksi adalah satu nikmat Tuhan yang tidak mungkin kudustakan.Penyerahan sertifikat dan kartu keanggotaan #KampusFiksi dengan nama-nama kami tertera. Meja dan kursi peserta disingkirkan menepi. Dalam foto-foto, semoga kebersamaan kami tetap abadi.
Anak-anak #KF13 bersama 'ayah' Edy |
Keluarga besar Kampus Fiksi |
Senin, 31 Agustus 2015
"Dapat oleh-oleh apa dari Jogja? Masa' nggak dikasih uang transport?"Brand new knowledges, experiences, and family are priceless. Apalah uang transport dibanding dengan 'ikatan' yang sudah terjalin di antara peserta dan keluarga Kampus Fiksi lainnya?l It's worth though, and all of us deserve it.
Ilmu gratis, penginapan gratis, konsumsi juga gratis. Tak pernah terlambat sekalipun! Kurang kasih sayang apa lagi Kampus Fiksi? Baik nasi kotak maupun kudapan selalu datang tepat waktu; penyelamat serangan kantuk di tengah materi, penghancur diet alami. ・(/□\*)・゜Mungkin ini adalah satu hal yang kelak dirindukan selain kelengkapan dapur Kampus Fiksi, perjuangan mengantre kamar mandi, dan lomba-cepat-menghabiskan-galon-air.
Dear para member #KampusFiksi13: Amin (Yogyakarta), Bening (Cilacap), Danang (Wonogiri), Devy (Yogyakarta), Fariha (Jombang), Garin (Klaten), Ginanjar (Magelang), Husnul (Lombok Barat), Riyana (Solo), Iken (Salatiga), Ilham (Mojokerto), Irma (Malang), Maulida (Banjarbaru), Aswary (Sampang), Munawir (Sleman), Qoida (Wiyoro), Miela (Sumenep), Tika (Yogyakarta), Ovie (Jakarta Timur), Patrich (Tana Toraja), Ria (Jombang), Mitha (Malang), dan Yuni (Bantul), pertemuanku dengan kalian semua itu bukanlah suatu kebetulan, tapi takdir.
#KampusFiksi13 #sipp #mantab
Kisskiss~~
Bermil-mil jauhnya dari Jogja, dua minggu setelahnya
R.C. Auliya Sari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
It's my pleasure to know that you've left a comment here. Arigatou~~ *^_^*