Selamat pagi, duhai Jelita yang belum kunjung membuka mata.
Aku terbangun oleh suara gaduh burung-burung peliharaan tetangga depan rumah. Entah sekarang pukul berapa, seingatku saat membuka jendela beberapa waktu lalu, fajar belum lagi lahir meski di jalan depan sana mulai banyak orang berlalu-lalang. Langit sewarna abu dengan silir angin dingin yang sesekali berembus masuk--alih-alih sejuk. Oh, mendung. Rupanya hujan semalam menyisakan embun panjang pagi ini.
Terdengar tarikan napas panjang. Apa yang terjadi dalam mimpi hingga mengerutkan dahimu seperti itu? Aku sungguh ingin tahu. Bagaimana bisa ada bagian darimu yang tanpa aku, wahai Pipi-merah-jambu? Tak tahan aku untuk mengacuhkan anak rambut yang seringkali jatuh menutupi sebagian wajah ayu itu. Terheranku mengapa mereka--yang meski ikal--terasa begitu lembut dan selalu wangi dan menyenangkan sekali untuk dibelai.
Pandanganku jatuh pada bibir ranum yang tampak selalu minta dicium. Ah, tahukah sudah berapa banyak aku mencuri kecup atasnya? Salahmu, Sayang. Salahmu begitu cantik dan menarik. Bahkan dalam tidur lelapmu sekalipun. Cup. Aku melumatnya sesaat. Kau tidak pernah keberatan aku melakukannya, bahkan kerap meminta di berbagai kesempatan berdua, meski sering kutolak. Ya, aku terpaksa pura-pura enggan. Pria mana yang lebih menyukai rasa lipstik ketimbang tekstur asli dari bibir wanitanya?
"Kamu sudah bangun?" merdu suara bangun tidurmu menyapa. Sayang sekali ciumanku harus membangunkanmu. "Jam berapa sekarang? Aku belum menyiapkanmu sarapan,"
Dengan wajah cantik natural bak bidadari, mana tega aku memintamu bergegas bangun dan mandi? Tidak. Jangan dulu, nanti lenyap aura surgamu berganti riasan duniawi. Hari ini adalah pengecualian, kau tahu.
"Masih sangat pagi, Sayang. Tidurlah lagi," pintaku sembari mengecup sekali lagi puncak kepalamu. Tercium wangi shampoo yang selalu memikat dari sana. "Nanti akan kubangunkan kalau aku sudah akan berangkat."
Dengkur halus terdengar menggantikan jawaban yang kunanti darimu. Dengan raut lugu kekanakan dan kemolekan tubuh tanpa pertahanan seperti itu, bagaimana mungkin aku sanggup berpaling darimu--satu-satunya wanita yang telah dianugerahkan Tuhan untukku?
Selamat tidur, Bidadariku. Izinkan aku--sebentar, hanya sebentar saja--untuk mengagumi sedikit lebih lama lagi.
Singgasana kita, 2 Februari 2016
Suamimu
#30HariMenulisSuratCinta Hari Ke-3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
It's my pleasure to know that you've left a comment here. Arigatou~~ *^_^*