Selasa, 15 Juli 2014

Not Just A Habit

Sesering apa kamu menyatakan perasaan pada kekasihmu? Sebanyak apa kamu menghadiahinya kata-kata cinta tiap hari? Bagaimana kalian saling memanggil dengan panggilan mesra terhadap satu sama lain?

Sepertinya bukan cuma aku(dan Chagiya) saja yang melakukan ritual tersebut. :P Sebagian besar pasangan pasti pernah menjalani hal serupa demi mengungkapkan betapa berharga kehadiran seorang terkasih bagi kita.

Sayang, Cinta, Kasih, Dear, Darl, Sweetheart, Love, Chagiya, Oppachagi, Batman, (panggilan couple ^^), sampai Hubby... Kusematkan panggilan-panggilan itu padanya, hanya kepadanya saja. Begitupun ia padaku. Kami bahkan jarang sekali langsung memanggil nama atau 'kamu', kecuali dalam guyonan, quotes, atau jika salah satu sedang merajuk. Paling sering kami saling memanggil 'Sayang' untuk yang lain. 'Yank' darinya untukku.
"Sayangku lagi apa?" | "Nonton aja aku, Yank."
"Met puasa ya, Yank!" | "Iya, Yang. Sayang juga, ya..."
De el el. Yaa~ gitu-gitu, sih... ^///^

Kemudian tentang aktivitas, Chagiya dan aku sepakat untuk 'melaporkan' kegiatan masing-masing dalam sehari secara berkala. Bukan apa-apa, itu demi menghindarkan kekhawatiran dan asumsi negatif. Lebih baik membiarkan pasangan tahu apa yang sedang/akan/barusan kita kerjakan ketimbang membuatnya menebak-nebak apa yang kita lakukan ketika nggak bersamanya, kan? Apalagi bagi para pejuang LDR seperti kami ini. *tebar-tebar emot kisseu*
"Aku otw pulang, Yang." | "Iya, Sayangku ati2 di jalan, ya."
"Ini aku habis pergi mancing, Yank. Mau mandi dulu." | "Iya, good job, Sayang."
"Aku sudah balik Jumatan, Yank." | "Nggeh, Sayang... Aku habis ini juga sholat kok."
Sederhana kan, sebetulnya? Aku (sangat)s}puka dan menikmati kebiasaan-kebiasaan kecil kami semacam itu. Saling bertukar "Oyasumi", "Met berbuka puasa", "Met tarawih", dan "Met-" yang lain-lain. Aku hobi menceritakan apa saja yang menurutku menarik dan membaginya dengan Chagi, lantas mendiskusikan hal tersebut -yang nggak jarang itu adalah sesuatu nggak penting- menertawakan, bercanda tentang hal itu, bahkan saling adu argumen. Bagi orang lain mungkin sepele, tapi se-nggak penting nggak pentingnya konversasi kami, aku tetap menghargainya, menikmatinya.

We were friend, are still friend. 
Debaran saat indikator -))) *nggak tahu itu simbol apaan, pokoknya di BBMku gambarnya gitu* berubah jadi tanda centang, lalu D, dan R, kemudian "sedang menuliskan sesuatu..." itu luar biasa sekali. Menanti sambil menebak-nebak balasan darinya seperti apa yang akan kuterima. Tanggapannya yang bagaimana akan kudapatkan. Bisakah kamu bayangkan?

Hanya saja lalu timbul pertanyaan dalam hatiku, sampai kapan? Sungguhkah bukan cuma untuk sementara? Realistis saja, kita ini seorang manusia yang bisa bosan kapan saja, nggak terkecuali terhadap pasangan. Oh, kecuali aku tentu! Aku nggak akan pernah merasa bosan denganmu, Chagi. ;) Tapi, bagaimana denganmu sendiri? Aku pun nggak mungkin memaksamu untuk hanya berkonsentrasi padaku dan mengesampingkan urusanmu yang lain. Kamu kan tahu, aku cukup pengertian tentang itu.*uhhuk*

Naaah... Jujur, yang aku takutkan adalah ketika Chagiya akan jadi bosan dengan segala rutinitas kami, sekalipun aku (selalu) senang-senang saja. Aku takut ia akan mulai menganggapku cengeng, cerewet, dan ribet. Karena selalu ingin tahu kabarnya, apa yang sedang ia lakukan, dan pasti aku akan jadi murung dan khawatir jika Chagiya nggak segera membalas pesanku. But he won't, will you Chagi? :(

Dan sepertinya Tuhan memang menginginkanku untuk memperbanyak sabar. Sejauh ini, meski nggak sedikit berkeluh kesah, aku dan Chagi belum pernah saling mendiamkan dalam kurun waktu yang terlampau lama. Seenggaknya belum pernah kami off chatting seharian penuh (dan jangan sampe, amit-amit). Sedikitnya kami pasti masih saling sapa, dan itu selalu membuatku lega setelah berjam-jam sebelumnya merasa terbebani sesuatu. :') Etapi harusnya nggak begitu juga, ya... >_< *keplak*

Hmm... Intinya menurutku nih, terlepas dari bagaimana cara kita mengekspresikan cinta dan perhatian terhadap pasangan, jangan sampai apa yang kita anggap berharga, sakral, hanya karena porsinya berlebihan akan kehilangan makna murni perasaan itu sendiri. Menguapkan artinya dan yang tertinggal cuma rutinitas, sekadar kebiasaan yang bisa dilakukan sambil lalu, nggak ada yang istimewa. Memang tergantung pada individunya sih, tapi nggak ada salahnya belajar menumbuhkan diri lebih baik dan mengantisipasi yang terburuk. Karena sama dengan mood kita yang kadang labil, nggak semua orang punya pendapat dan pemikiran yang sama dengan kita. Hormati, hargai. Mari mendewasa bersama. *^_^*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

It's my pleasure to know that you've left a comment here. Arigatou~~ *^_^*