Senin, 29 Februari 2016

Untuk yang Terakhir

Terima kasih sudah terlahir, dan menjadi apa adanya dirimu.

Kebersamaan kita mungkin tidak lama, tapi yang pasti berbilang tahun tidak bisa dikatakan singkat. Banyak hal telah kita lalui bersama hingga kini. Dalam setiap guratan hariku, niscaya kamu ada di dalamnya.

Tanpa perlu menyatakan perasaan, kamu pasti sudah tahu. Sama halnya diriku yang dengan mudah memilah mana bercandamu dan mana sedih pilu. Berhadapan denganmu membuatku begitu mengagungkan keterbukaan tanpa pura-pura, kamu selalu membiarkanku menjadi diri sendiri apa adanya.

Tapi seberani apa kamu berpikir bahwa inilah yang terbaik? Bahwa kamu cukup menerima apa yang sudah ada tanpa mengharap yang lain. Cukupkah hanya aku dan banyak kekuranganku? Seperti aku yang begitu menginginkanmu menjadi tempat untukku pulang dengan senyuman.

Aku tahu bahwa kau pun berhak untuk dicintai. Meski olehku yang amat sederhana ini.

Maka yakinkan dirimu bahwa akulah yang terakhir. Untuk kali ini dan selamanya.



29 Februari 2016
Hati Terakhir

#30HariMenulisSuratCinta Hari Ke-30

Minggu, 21 Februari 2016

Surat Abadi

Dear, Rabb...

Aku berusaha bicara padaMu seperti bernapas. Meski sedikitnya bertatap muka lima kali sehari, bagiku kecukupan perbincangan kita tak pernah ada. Ada banyak hal yang ingin kukatakan--aku tahu Kau tahu--namun karena saking serakahnya tentang mana yang lebih dulu kuminta, pertemuan kita kadang sehampa udara. Aku ingin Kau mendengarkanku, tapi tak jarang dirikulah yang tergesa beranjak dariMu.

Tak perlu kukatakanpun Kau sudah tahu. Tentang apa-apa yang menyesakkan dada, badai prahara yang meraja, cita-cita tak sesuai realita, serta harapan dan keinginan yang kian lapuk menumpuk menanti keajaiban. DariMu.

Berlutut. Bersujud. Menyerahkan segala kemungkinan pada tangan-tangan rahmat. Adakah yang bisa kulakukan tanpamu, Tuhan? Ahh, tapi siapalah aku ini yang cuma seorang hamba bersimbah dosa tanpa kuasa apapun di hadapan pencipta.

Terima kasih atas segala nikmat yang Kau limpahkan padaku dan keluarga, termasuk napas ini, hidup kami hari ini, dan apa yang telah Kau izinkan untuk kami miliki. Ampunilah segala salah dan khilafku, Gusti. Ampuni dosa kedua orangtuaku, saudara-saudaraku, keluargaku--dosa orang-orang yang kusayangi dan menyayangiku. Lindungilah di manapun kami berada, jauhkan dari marabahaya. Bantu kami untuk menyelesaikan segala permasalahan hidup kami. Mampukan kami untuk mewujudkan mimpi-mimpi, harapan, cita-cita, dan rencana kami bagi masa depan yang lebih baik lagi. Penuhilah jiwa-jiwa kami dengan rasa syukur, jauhkanlah dari segala bentuk penyakit hati.

Engkau Maha Tahu segala yang kuinginkan, yang kubutuhkan, dan yang terbaik bagiku.

Tuhan, isi doaku memang hanya itu-itu saja. Semoga--meski tidak harus hari ini--sesegeranya hari perwujudan segala harapanku akan segera tiba. Aamiiin...



Atas sajadah, 21 Februari 2016
HambaMu

#30HariMenulisSuratCinta Hari Ke-22

Kamis, 18 Februari 2016

Tragedi Tingkepan

Aka-chan memang belum genap berusia 7 bulan, Senin besok baru 24 weeksbut yes, keluarga besar mamak sukses mengadakan syukuran 7 bulanan/tingkepan kehamilanku ba'da maghrib tadi. Nggak tahu persis detil acaranya gimana, secara--stupidly--aku dan Kak Anto baru muncul di rumah Kanigoro sekitar jam tujuh malam yang sontak disambut celetukan orang-orang, "Lha ki sing duwe gawe kok lagek teko saiki? Dikiro ra sido rene ki mau,"¹ sementara aku dan Kak Anto cuma bisa saling pandang saat Buk Mudah memberitahu bahwa kenduren-nya sudah buyar, baru saja. Allahu akbar!!
"Lho, bukane sesuk ta?"² tanya Kak Anto polos yang segera dijawab gerutuan oleh Buk Mudah. 
"Ancene Anto ki wes dikandani ra nggatekke!"³ Mampuslah...
Dalam hati membatin, pantas tadi sore ibuk laporan habis dapat berkatan dari mamak (diantar Mas Udin dan Ardi). Isinya macam-macam mulai dari nasi sampai jajan. Pantas dari kemarin-kemarin aku feeling banget ke mari, tapi nggak jadi-jadi lantaran hujan terus hingga kami terlalu mager. Lupa memastikan jadwal pasti hajatan kami sendiri. Ternyataa~~ duh, anak mantu apalah aku ini.
Σ(▼□▼メ)

Tapi ya sudahlah, sudah kejadian juga. Nggak ada yang salah dan layak disalahkan, sekalipun--well said that--noone gave us a ring, Kak Anto-nya kepedean mengira acaranya Hari Jumat, aku pun sama sekali nggak kepikiran untuk sms/telepon mamak untuk tanya-tanya lagi, dsb. Eman banget sebetulnya~~ (ㄒoㄒ) tapi que sera sera lah... Pokoknya aku tahu semuanya lancar, it's okay. ;)

Ini memang hajatannya mamak dan keluarga besar. Seperti biasa saudara-saudara banyak turut andil menyukseskan syukuran tadi. Kita mah tinggal terima jadi, termasuk pemilihan tanggal 18 Februari yang bertepatan Kamis Pon ini juga beliau-beliau senior yang lebih paham. Tingkepan/mitoni ini pun konon memang tidak dilaksanakan pas di 7 bulan kehamilan, melainkan justru beberapa saat sebelum memasuki 7 bulan. Latar belakangnya sih, menurut orang jawa, janin usia 7 bulanan sudah bisa lahir (tapi maaf, prematur), jadi demi mencegah kelahiran sebelum waktunya--9 bulan/40 weeks--diadakanlah tingkepan/mitoni sebagai sarana bersyukur pada Allah serta bantu doa agar janin dan ibu tetap selamat hingga masa persalinan. *yakini yang baik-baik saja, ya*

Kami datang pas segala sudah rampung dan semuanya sedang makan. Akhirnya kami malah disuruh gabung makan juga. Mbah putri juga ada (matur suwun pijatan jenengan kapan hari, Mbah). Mamak, Buk Mudah, dan Kak Anto sesekali masih menemui tamu yang hadir belakangan. Well it was weird, awkward, but quite niceDoumo arigatou ne, minna.

Terima kasih doa sekalian. Semoga Aka-chan sehat terus, calonnya anak sholeh/sholehah, sayang keluarga, tambah pinter-cerdas, bantuin bunda, tumbuh sempurna selamat sampai persalinan. Aamiiin... ( . 人 . )


Note:
¹ "Lha ini yang punya hajat kok baru datang sekarang? Dikira nggak jadi ke sini ini tadi,"
² "Lho, bukannya besok?"
³ "Memang dasar Anto ini sudah diberitahu nggak memperhatikan!"

Sabtu, 13 Februari 2016

RAT KSJJ Tahun Buku 2015

Otsukaresama deshitaa~~

Today is almost done. Left me exhausted and starved. Before I start about today, I'll tell you about some couple times ago.

I was about the Lady-Boss who wanted us to held RAT a.s.a.p before 2015 ended. Hello?! Was it possible? With tons of mess happened? Then inspired by BMT that will hold RAT on February 2016, uri Boss told us to prepared everything so that we could have RAT in these days.

Finally, because BMT's RAT will be held on February 20th, the only options we had: before or after that date (on Saturday only). And voila! The result is today. The reason was a.s.a.p much better, while we still have some scheadules to do, so it was okay to made it first than BMT.

The preparation was going a bit wrong. Unfortunately it wasn't easy doing all these stuffs without uri leader yet Bigboss was completely incapable to take his place and act like him, I can tell. So the coordination wasn't work too good while me personaly got some crushes with partners. Ohh, dear. It was so complicated. :(

I must took much effort--in the name on loyalty--for this yearly event. I said it was extremely not easy but I did it. We made it. In the very sort time of preparation, awful coordination, crushes, here was our 'early' RAT. Yes, this is the very first time we held RAT on February, not March as before. It said we were the 14th that held RAT in East Java. *plokplokplok* Can't tell it was the best actions of us, but it was the best we could do for now. :')

Well, our gain wasn't a cure for what I had this morning. Yes. Another early mess have came up. The trouble maker be the only one I blamed. She ruined everythings I planned by her dumby-ass act. Ugghhh... I really don't want to have a daughter like her. *naudzubillah*

I was the (un)lucky number one who arrived at the venue of RAT. No one was there. I was alone. Sad. Hungry. Angry. Ever knew the one who said a thing but then just break it by themselves? I knew some names. There were still many things to do, but the men haven't come yet. The women did. I did. Got tired and sleepy while the show was too long to begin. >_<

Ohh, dear. The sleepy is coming again. I get to go. To bed.❤

Kamis, 11 Februari 2016

Lost

Bilamana aku bisa merasa kehilangan, sedangkan kau belum lagi kumiliki? Kenyataannya mungkin demikian, akulah yang sudah terburu-buru menganggapmu bagian dariku.

Selama ini kau selalu membuatku percaya bahwa dirimu ada. Tak peduli kapanpun, di manapun. Setengah warasku tahu jika tak ada jaminan untuk itu, tapi toh kupasrahkan saja hati ini dalam belenggu manis ciptaanmu.

Sayangnya kau tak merasakan apa yang kurasa. Tak juga percaya pada yang kupercaya; kita.

Rindu ini serupa kalam tak terbaca. Tak terjamah. Tak terlihat, bahkan. Lalu apa aku bagimu? Apa kasih ini untukmu? Alasan. Hiburan. Prestis. Bisa-bisamulah jiwa ini kian bertekuk lutut tak terkendali pada sesuatu yang hanya bayangan. Semua yang kita lalui bersama, tak kupercaya itu cuma angan.

Aku milikmu, bukan? Jika belum, maka jadikan. Lalu kupastikan kau takkan hilang (lagi).



11 Februari 2016
Si Pencinta

#30HariMenulisSuratCinta Hari Ke-12

Senin, 08 Februari 2016

Ken

Kenzo! Keponakan bude yang chubby nan ganteng. Ini hari terakhir kamu di rumah eyang. Setelah sejak dua hari lalu--bersama papa dan mama--kalian menginap, menghabiskan libur akhir pekan bersama keluarga Sidoarjo.

Cukup lama juga sejak terakhir kita bertemu--saat itu mungkin usiamu baru beberapa bulan, dan sekarang sudah hampir setahun--jadwal berkunjung kita pun seringkali kres, maka aku mahfum kamu merasa asing saat aku mencoba menggendongmu lagi kemarin. Kamu malah menangis.

Kamu juga tidak terlalu akrab dengan Pakde Anto, suamiku. Dia kelihatan terlalu gahar bagi bayi, ya? Meski sebenarnya pakdemu itu seorang penyayang. Dia mungkin cuma kagok, malu-malu, karena di usianya yang masih suka hura-hura dia sudah punya beberapa keponakan. Bukan hanya menjadi 'oom' tapi juga 'pakde', untukmu misalnya. Tentu status tersebut bisa melekat karena orangtuamu--Mas Agus dan Mbak Lia--meski telah lebih dulu menikah, merupakan anak dan menantu dari adik mamak kami. Bingung? Ya, suatu saat di sekolah pasti akan ada pelajaran tentang pohon keluarga.

Nikmati saat-saat kamu menjadi satu-satunya raja kecil di rumah besar ini, Injo Sayang. Selagi sepupumu yang lain tidak berada di kota ini. Sebut saja kakak-beradik anak Pakde Tono di Jakarta, Kanaya yang belum sekalipun terbang dari Balikpapan, serta calon sepupumu yang kini tengah mendiami perutku--yang akan lahir beberapa bulan lagi. Tapi tenang saja, aku yakin kalian semua akan cepat akrab bila bersama.

Lekas tumbuh besar dan makin ganteng ya, Sayang. Lalu panggil aku "Bude".



Rumah keluarga besar, 8 Februari 2016
Sang bude

#30HariMenulisSuratCinta Hari Ke-9

Minggu, 07 Februari 2016

Hujan Semalam

Halo, Minggu.

Bertemu denganmu kadang seperti misteri tersendiri buatku. Bagaimana tidak? Dari minggu ini ke minggu depan misalnya, ada tujuh hari yang harus ditempuh lebih dulu. Hanya saja tujuh hari itu bisa lama sekali berlalu, tapi sebaliknya secara tak terduga seringkali aku dikejutkan oleh kata-kataku sendiri, "Eh, sekarang sudah Jumat? Cepat sekali, besok sudah Sabtu lalu Minggu." Sungguh relativitas yang ajaib.

Tidak seperti kebanyakan orang yang menantimu dalam semingguan ini, aku biasa saja. Bukan tak ingin bertemu, hanya saja rencana di akhir pekanku tidaklah sebanyak mereka yang sudah bersemangat menyusun liburan sejak Jumat datang. Long weekend memang menyenangkan bagi mereka yang akan melewatkan hari libur bersama orang-orang tersayang.

Aku pun, meski dalam versiku liburan tak harus bepergian ke mana-mana. Tinggal saja di rumah bersama keluarga menikmati hujan semalaman. Menyenangkan. Apalagi ditemani acara TV favorit dan berbagai penganan hangat. Ote-ote, singkong goreng, tahu fantasi, dll, menjadi pengerat kami sementara di luar sana hujan terus mengguyur.

Siaran sepakbola sempat terganggu lantaran antena kami berubah arah tertiup angin. Jangan tanya bagaimana hasilnya. Aku sama sedih dengan warga perumahan yang kawasan rumahnya terendam banjir dari luapan air sungai akibat hujan turun semalaman.

Pagi ini, dua berita tersebut muncul di berita TV nasional: gagalnya Liverpool mempertahankan keunggulan di kandang sendiri serta banjir di daerah Mojoanyar dan sekitarnya yang belum juga surut hingga pagi.

Hujan memang tidak selalu menyenangkan, tapi tidak juga seburuk itu. Tenang, bukan salahmu. Kebetulan saja memang terjadi di Hari Minggu.



Mojokerto, 7 Februari 2016
Penikmat hujan

#30HariMenulisSuratCinta Hari Ke-8

Sabtu, 06 Februari 2016

Nobar Kandang

Dear, Televisi Ikan Terbang.

Lama tidak bersua, ya? Kau tahu, aku sempat menjadi salah satu penikmat beratmu. Dulu. Sekitar duapuluhan tahun lalu, sejak masih balita, sampai kira-kira usia SMP. Acara yang kutonton? Tentulah anime. Mulai dari Sailor Moon, Saint Seiya, Dragon Ball, Wedding Peach, Detektif Conan, Inuyasha, dan berderet judul lain yang akan buang-buang waktu jika kusebut satu per satu.

Barangkali era tahun 2000-an adalah masa kejayaan bagimu. Hari-hariku menjadikan channel-mu nomor satu dan paling utama pada remote TV di rumah. Tapi kau pasti tahu hal tersebut tidak bertahan lama. Entah mengapa perlahan-lahan kau kehilangan pesonamu terhadap pemirsa-pemirsa muda generasiku.

Berlangsung sampai sekarang, aku masih belum menemukan cukup alasan untuk kembali menyalakan TV demi menonton siaranmu. Sayang sekali... Padahal kita benar-benar pernah menghabiskan banyak waktu menyenangkan bersama.
Kemarin seorang kawan memberitahuku informasi di atas. Dia tahu bahwa aku adalah pendukung The Reds. Secara kebetulan, venue nobar match nanti malam berubah, yang sebelumnya bermarkas di salah satu kafe bola tak jauh dari kompleks perumahanku menjadi lebih jauh--30 menit jika ditempuh dengan motor. Ditambah jadwal kick off di atas jam malam, sudah pasti aku takkan dapat izin dari ibu untuk keluar rumah dan ikut nobar Liverpool vs Sunderland dengan skuat Kopites Mojokerto.

Apa aku punya pilihan lain? Kau sudah berbaik hari akan menyiarkan laga tersebut. Ini adalah pertandingan kandang yang penting bagi Liverpool setelah beberapa match sebelumnya tidak membuahkan hasil. Mungkin saja sesuatu yang baik terjadi di Anfield malam ini. Alasan indah untuk membuatku menonton tayanganmu kembali. Iya, kali ini nobar bolanya di rumah sama bareng keluarga. Terima kasih.



Depan layar kaca, 6 Februari 2016
Penontonmu

#30HariMenulisSuratCinta Hari Ke-7

Jumat, 05 Februari 2016

Jumat yang Mencinta

Kuharap surat ini tiba di tanganmu pada Hari Jumat. Setelah lolos dari basah hujan seharian. Selepas bergumul dengan banyak surat lain yang minta cepat diantar.

Kau, apa kabar Jumat ini? Semoga Jumat selalu menjadi hari baikmu seperti yang sudah-sudah. Aku? Seperti yang kau tahu, aku tidak pernah menyukai Hari Jumat. Hari yang terlalu pendek dengan berbagai permasalahan yang terlalu rumit, sementara akhir pekan menyenangkan sudah datang membayang. Menyebalkan sekali, bukan? Paling tidak masalah-masalah tersebut sebaiknya memilih hari lain untuk ribut. Apa tidak puas dengan Senin sampai Kamis saja?

Ah, aku tidak menulis surat untuk membagi kesialanku hari ini denganmu. Hanya...tiba-tiba terpikir, jika saja itu dirimu yang ada di posisiku dan mengalami hal-hal tak menyenangkan seperti yang kualami, bagaimana kira-kira reaksimu? Apa yang akan kau lakukan untuk menyelamatkan hatimu?

Tersenyum. Ya, sudah pasti kau akan tersenyum--kemudian menjadi tawa--sambil menggaruk-garuk kepalamu--yang kuyakin tidak gatal--lalu meminta maaf. Benar. Kau adalah seseorang yang akan minta maaf atas apapun pada siapapun demi menenangkan dan menyenangkan mereka. 'Mereka' itu juga termasuk aku.

Andai kau tahu betapa ingin menjadi seperti dirimu. Yang seperti tak pernah repot membenci. Yang selalu terlihat nyaman sebagai diri sendiri.

Sangat kunantikan kapan aku dan Jumat akan bisa berdamai. Sampai saat itu tiba, tolong tetaplah di sini dan menjadi pembaik Jumatku.



Jumat hujan, 5 Februari 2016
Pembenci Jumat

#30HariMenulisSuratCinta Hari Ke-6

Kamis, 04 Februari 2016

Surat yang Tak Pernah Terkirim

Kepada Tuan Kudou sang detektif,

Hari ini aku sedang senggang. Seperti yang sudah-sudah semua kegiatan klub diliburkan sepanjang musim dingin--termasuk klub karate--jadi aku langsung pulang. Kali ini tidak bareng Sonoko. Sebelumnya dia sudah bilang akan dijemput karena harus menghadiri acara resmi perusahaan rekan ayahnya. Benar-benar repot, ya.

Sudah lama tidak melihatmu. Cukup lama juga sejak terakhir kali kau menelepon--entah bagaimana dan dari mana--maka aku terpikir untuk menulis surat. Bukan apa-apa. Hanya ingin bilang bahwa sesekali aku masih mengunjungi rumahmu dan membersihkan beberapa bagian. Bahkan beberapa minggu lalu aku sangat terbantu oleh Kazuha-chan dan Heiji-kun yang menyempatkan diri mampir sepulang dari hatsumode di Tokyo. Setelahnya kami juga bertemu profesor dan dijamu di rumahnya. Menyenangkan sekali. Apalagi jika Shinichi ikut bergabung.

Oh, iya, selagi aku, Kazuha-chan, dan Heiji-kun membereskan rumah, kami bercerita banyak hal tentangmu. Aku baru tahu kalau kau dan Heiji-kun sempat dekat sewaktu SMP dan pernah menangani kasus bersama. Kazuha-chan juga seperti tahu banyak tentang riwayat kasus-kasus yang ditangani oleh Heiji-kun. Iya, ya. Mereka kan memang teman sejak kecil. Ah, bukankah kita juga sama? Hanya saja aku tidak merasa sedekat itu denganmu. Eh? Lupakan. Lupakan. Ini tidak seperti aku iri dengan hubungan persahabatan mereka atau apa. Aku juga bukannya sedang merindukanmu!

Ahh, sudahlah! Pokoknya, jangan lupa. Tepat tiga bulan lagi adalah hari ulang tahunmu. Kuharap kau sudah berhasil menyelesaikan kasus-kasusmu dan segera pulang ke Jepang. Ngomong-ngomong surat ini tidak akan kukirim ke manapun. Sama seperti surat-surat yang pernah kutulis untukmu sebelumnya. Tidak masalah, kan?



Kamarku, 4 Februari 2016
Ran Mouri

#30HariMenulisSuratCinta Hari Ke-5

Waktu Istirahat Makan Siang

Hai! Aku sering melihatmu beberapa waktu terakhir di daerah sekitar tempatku bekerja. Kau yang setiap jelang siang duduk sendiri di tembok tepi sungai, mau tidak mau tertangkap inderaku yang hampir setiap hari pula melintasi ruas jalan itu untuk membeli makan siang di sebuah warung kecil di ujung jalan.

Mungkin sedikit tidak sopan, tapi boleh kutahu apa yang kau lakukan di sana? Setiap hari. Seorang diri. Tidakkah terik matahari yang pasti tengah panas-panasnya, akan sangat melelehkan peluh? Belum lagi kotor debu udara dan bising dari kendaraan yang berlalu-lalang. Sungguh kau tidak terganggu dengan itu? Bagaimana dengan para ABG yang juga suka numpang pacaran si sana. Tak membuatmu risih sama sekali juga?

Ya, itu memang terserahmu. Sama halnya dengan terserahku untuk tetap memerhatikanmu yang tetap tak beranjak dari tempatmu duduk--sejak aku melangkahkan kaki masuk warung, memesan makanan, membayar, lalu sudah akan kembali ke kantor. Kau tak bergerak sedikitpun dari situ. Kukuh menatap nyalang Sungai Brantas berarus sedang tepat di depanmu. Apa sih, yang sedemikian seriusnya kau lihat?

★★★

Sudah beberapa hari ini aku tidak melihatmu. Dirimu yang biasanya menanti kepulanganku, ada di manakah sekarang? Sepi rasanya menatap bangku kosong tanpamu duduk di sana. Sendirian menungguku sambil membaca buku sembari sesekali merapikan rambut yang ditiup angin petang dengan jemari.

Lelahkah kau?

Tapi mungkin itulah yang terbaik, pikirku. Sesak menahan rindu karena tidak bisa melihatmu, samakah dengan dukamu yang terus menunggu, meski kita tetap tak dapat bertemu?


Hei, aku sudah tak lagi ada di sana, kau tahu. Jadi Sayang, berhentilah menunggu.



Penantian panjang, 4 Februari 2016
Yang sudah pergi darimu

#30HariMenulisSuratCinta Hari Ke-5

Rabu, 03 Februari 2016

Detak Jantung Kedua

Kepada sosok menakjubkan yang jantungnya berdetak-detik seirama jantungku...

Aku tidak mengenalmu. Belum. Tapi sepertinya tubuhku tak kuasa menolak hadirmu. Sebelumnya hanya ada satu yang berbunyi, namun sekarang ada dua. Deg. Deg. Deg. Sebuah jantung lain turut berpacu dalam tubuhku. Berkejaran. Beriringan. Ialah jantungmu, yang bernyanyi beberapa kali lebih cepat ketimbang milikku yang kiranya mulai aus termakan waktu.

Pagi ini dia menyempatkan menemani. Sengaja kami mengantre lebih dini agar bisa mendapatkan pengalaman terbaik. Saat kuceritakan padanya--sebulan lalu--tentang bagaimana merdunya detak jantungmu, dia juga sangat ingin mendengarnya. Menyiapkan jemari untuk menghitung berapa banyak nada yang tercipta. Menggenapkan risaunya, bahwa tak ada yang salah padamu dan jantung mungil itu.

Alat medis itu disebut doppler. Tentu kami membutuhkannya untuk membantu mendengar detak jantung yang tertanam jauh di dalam rongga dada kecilmu. Seberapa jauh bidan harus mencari? Aku suka bagaimana kau malu-malu menyembunyikannya dari kami semua. Apa kau takut aku dan dia juga mendengar setiap pemikiran naifmu tentang kami? Tidak, tentu tidak. Kami adalah orang-orang yang menghargai privasi. Yakin suatu saat nanti--kala kau sudah sedikit lebih besar dan lebih siap--kau pasti akan bisa menyampaikan segala unek-unekmu, apapun itu, pada kami dengan baik.

Bidan muda yang memeriksa mencandaimu--si kecil aktif yang pemalu. Semalaman tak mau tidur, menemani dia yang baru pulang kerja, dan pagi ini tetap lincah seperti biasa. Tidakkah kau lelah? Atau mengantuk? Ada setitik khawatir menyelinap. Lihatlah, belum apa-apa kau sudah mampu memonopoli perhatianku.

Refleks kuusap perut buncitku sayang. Tahu-tahu bergerak. Kau terbangun rupanya, Nak. Mmm, kira-kira empat bulan lagi, semoga aku dan dia--ayahmu--akan bisa melihatmu menguap dan menggeliat dalam rengkuhan kami.



Ruang tunggu klinik, 3 Februari 2016
Bundamu kelak

#30HariMenulisSuratCinta Hari Ke-4

Selasa, 02 Februari 2016

Bidadari Kesiangan

Selamat pagi, duhai Jelita yang belum kunjung membuka mata.

Aku terbangun oleh suara gaduh burung-burung peliharaan tetangga depan rumah. Entah sekarang pukul berapa, seingatku saat membuka jendela beberapa waktu lalu, fajar belum lagi lahir meski di jalan depan sana mulai banyak orang berlalu-lalang. Langit sewarna abu dengan silir angin dingin yang sesekali berembus masuk--alih-alih sejuk. Oh, mendung. Rupanya hujan semalam menyisakan embun panjang pagi ini.

Terdengar tarikan napas panjang. Apa yang terjadi dalam mimpi hingga mengerutkan dahimu seperti itu? Aku sungguh ingin tahu. Bagaimana bisa ada bagian darimu yang tanpa aku, wahai Pipi-merah-jambu? Tak tahan aku untuk mengacuhkan anak rambut yang seringkali jatuh menutupi sebagian wajah ayu itu. Terheranku mengapa mereka--yang meski ikal--terasa begitu lembut dan selalu wangi dan menyenangkan sekali untuk dibelai.

Pandanganku jatuh pada bibir ranum yang tampak selalu minta dicium. Ah, tahukah sudah berapa banyak aku mencuri kecup atasnya? Salahmu, Sayang. Salahmu begitu cantik dan menarik. Bahkan dalam tidur lelapmu sekalipun. Cup. Aku melumatnya sesaat. Kau tidak pernah keberatan aku melakukannya, bahkan kerap meminta di berbagai kesempatan berdua, meski sering kutolak. Ya, aku terpaksa pura-pura enggan. Pria mana yang lebih menyukai rasa lipstik ketimbang tekstur asli dari bibir wanitanya?

"Kamu sudah bangun?" merdu suara bangun tidurmu menyapa. Sayang sekali ciumanku harus membangunkanmu. "Jam berapa sekarang? Aku belum menyiapkanmu sarapan,"

Dengan wajah cantik natural bak bidadari, mana tega aku memintamu bergegas bangun dan mandi? Tidak. Jangan dulu, nanti lenyap aura surgamu berganti riasan duniawi. Hari ini adalah pengecualian, kau tahu.

"Masih sangat pagi, Sayang. Tidurlah lagi," pintaku sembari mengecup sekali lagi puncak kepalamu. Tercium wangi shampoo yang selalu memikat dari sana. "Nanti akan kubangunkan kalau aku sudah akan berangkat."

Dengkur halus terdengar menggantikan jawaban yang kunanti darimu. Dengan raut lugu kekanakan dan kemolekan tubuh tanpa pertahanan seperti itu, bagaimana mungkin aku sanggup berpaling darimu--satu-satunya wanita yang telah dianugerahkan Tuhan untukku?

Selamat tidur, Bidadariku. Izinkan aku--sebentar, hanya sebentar saja--untuk mengagumi sedikit lebih lama lagi.



Singgasana kita, 2 Februari 2016
Suamimu

#30HariMenulisSuratCinta Hari Ke-3

Senin, 01 Februari 2016

Sekarangku

Thank you for having me here, tough it is not my own will...

Begitu tahu kamu akan datang, segera saja aku dilanda bimbang. Ini tidak seperti yang kuharapkan, sangat berbeda dengan apa yang kurencanakan. Kamu datang terlalu dini, padahal aku belum ikhlas merelakannya pergi. Ahh, andai aku bisa menggenggammu, juga ia... Bersamaan.

Banyak hal yang belum sempat ia dan aku lakukan bersama. Seperti yang kubilang, kami memang merencanakan semuanya--termasuk kehadiranmu--, hanya saja kami kekurangan waktu. 24x7 niscaya takkan pernah cukup dilewatkan bersama yang tercinta, meskipun tidak harus melakukan apa-apa.

Apa aku salah? Mengira 365 hari kami akan abadi jika kutemukan cara untuk mengekalkannya. Agar tidak ada yang terlupa. Bahwa kami benar-benar pernah bersama, membagi bahagia dan cinta berdua.

Akankah kamu mencintaiku seperti ia mencintaiku tahun lalu? Bisakah kamu membuatku merasakan cinta yang sama seperti yang ia berikan? Yang sanggup membalikkan kutub hati ini dari tak acuh menjadi peduli, lalu cinta pun bersemi. Bunga cintaku bisa merekah kembali.

Ia sudah memberiku begitu banyak cinta dan kenangan indah tahun lalu. Kuingin kamupun begitu. Harus. Tidak boleh tidak. Karena aku juga harus bisa jatuh cinta lagi. Agar bisa bertahan dan melanjutkan hidup bersamamu, dan mereka yang muncul setelahmu kelak. Untuk 365 hari ke depan, berikutnya, dan seterusnya lagi.

Terima kasih sudah berkenan datang dengan berbagai kejutan dan harapan baru. Then just make me fall for you, Sekarangku.



Keterasingan, 1 Februari 2016
Sekarangmu

#30HariMenulisSuratCinta Hari Ke-2