Senin, 02 Februari 2015

Kepada Malang(2)

Sampai di mana kita kemarin? Ahh, bersenang-senang denganmu selalu saja berhasil membuatku lupa waktu.

Selamat hari senin, Malang!

Aku sudah pulang ke kotaku dengan selamat, dan kembali beraktifitas di kantor hari ini. Perjalanan kemarin membuat tubuhku amat sangat lelah, tapi kau berhasil membuat hati dan jiwaku seolah tersegarkan kembali, penuh sesak oleh bunga-bunga bahagia.

Sebagaimana kau tahu hujan kian menderas sejak kami menyusuri Jalan Gajayana menuju Soekarno-Hatta. Beriringan memacu dua motor yang membawa kami berempat yang menggigil dari balik jas hujan masing-masing. Ingin sekali menyempatkan mampir. Sekadar mengeringkan diri dan mencicipi beberapa kuliner di sepanjang jalanan yang membawa kami keluar dari Malang kota. Namun sempat tak kunjung didapat. Bagaimanapun kami harus meninggalkanmu. Selekasnya bertolak menuju Mojokerto.

Ahh, andai saja jarak antara kau dan kotaku hanya sebatas lebar Kali Brantas.

Kau tahu, pada malam sebelumnya, ya, Sabtu malam sebelum hari keberangkatan. Aku merasa begitu cemas. Tidak hanya bersama Ibu dan Aya, kali ini Kak Anto juga ikut bersama kami. Tidakkah formasi kami mengingatkanmu pada kejadian dua tahun lalu?

2 Juni 2013. Hari Minggu.

Otakku tak sudi lupa. Perjalanan perdanaku bersama keluarga dan kekasih ke Malang. Tentu saja Ibu yang meminta Kak Anto untuk memboncengiku, karena tidak tega membiarkanku menyetir sendiri pergi-pulang Mojokerto-Malang.

Yang aku menolak ingat, bagaimana egois dan serakahnya diriku yang sudah menyeret lelaki itu dalam keruwetan masalah intern keluarga kami. Kak Anto boleh jadi kekasihku, tapi isi kepalanya tetap miliknya.

Pikirku perjalanan sehari penuh tersebut adalah sebaik-baiknya kebersamaan kami melintasi waktu. Tapi kala itu, rupanya Kak Anto tidak berpikiran sama. Kau tidak tahu kan, kalau setelah itu kami sempat bertengkar hebat?

Sejak itu hubunganku dan Kak Anto memburuk, lost contact selama beberapa hari, dan saat aku bermaksud memperbaiki hubungan kami dengan mendatanginya di akhir pekan, semua sudah terlambat. 

Ia bilang tidak butuh seorang kekasih yang tidak membutuhkan dirinya. Tidak butuh seorang kekasih yang egois dan minim perhatian. Yang tidak peduli pada kondisi kesehatannya. Seorang gadis hanya mau keinginannya didengar, tapi enggan mendengar keinginan pasangannya. 

Ia (bilang) tidak membutuhkan aku. 

Lalu dari ibunya aku tahu, Kak Anto jatuh sakit sepulang dari Malang. Tak ada lagi yang bisa kukatakan. Apa beliau pun mengira aku pelakunya? Hatiku sakit. Apa Kak Anto juga menyimpan kesakitan yang sama? Ingin sekali aku berlagak lupa bahwa sepanjang malam minggu itu ia bersamaku, dan tidak tidur sedikitpun hingga waktu janjian karena shift malamnya.

Ya Tuhan... Andai aku tahu ia sedang tidak enak badan dan benar-benar sakit. Andai aku tidak bersikeras menghadiri pesta pernikahan teman, dan memilih tinggal bersamanya. Andai aku lebih peka dan peduli. Andai aku bisa membujuk Ibu agar tidak memaksanya menemani kami ke Malang. Andai aku tidak perlu mengunjungimu lagi, Malang! 

Aihh, sungguh malang, namamu Malang.

Benar. aku pernah menyesali perjalanan kami yang rupanya berujung pada sakit hati. Aku menyalahkanmu. Hampir-hampir benci untuk kembali. Tapi bagaimanapun aku tetap merindukanmu, dan di sisi lain takut seandainya keping-keping hatiku yang sudah susah payah kukumpulkan akan terserak lagi begitu aku mengingat kejadian itu.

Ya, akulah si pengecut yang melimpahkan sebab kesedihannya padamu. Mungkinkah aku masih berhak untuk meminta sedikit maaf? Kau tahu kita terlalu akrab untuk saling mengabaikan. Jadi, mohon maafkan dan selalu terima diriku tiap berkunjung ke kotamu. Terima kasih.

Maka biar kuberitahukan padamu, Malang. Meski tidak selalu, tapi bagi kami waktu sangat berperan dalam menyembuhkan. Walau tidak sebentar. Sekalipun harus tersesat kesana-kemari lebih dulu, tapi sekali lagi, kami bisa saling menemukan.

Dengan perjalanan seharian kemarin, luka-luka kami pun akhirnya sembuh sama sekali. Dan kami, akan selalu punya alasan untuk kembali. Demi menjumpaimu. Untuk berbagi tawa bahagia di bawah langit Malang yang gemintang usai hujan. Lagi dan lagi.



Mojokerto –sepulang dari Malang, 2 Februari 2015,


Liya –yang ingin kembali ke kotamu
Surat Ke-4 #30HariMenulisSuratCinta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

It's my pleasure to know that you've left a comment here. Arigatou~~ *^_^*