Rabu, 18 Februari 2015

Kisah Padang Ilalang

Tak kusangka, akan tiba masanya aku harus bicara pada seseorang. Tentang perasaanku. Meski hanya melalui surat, karena aku terlalu malu untuk mendiskusikan langsung hal ini denganmu.

Matahari, kau yang paling tahu bukan, apa yang terjadi padaku belakangan ini?

Aku tahu beberapa waktu lalu, aku memang sudah memutuskan untuk pergi. Melupakan padang ilalang dan kehidupanku disini. Berharap pada sebuah taman lain di luar sana, akan ada setitik kebahagiaan yang selalu kudamba.

Ya, kau saksinya kutinggalkan semua. Melupakan segala yang ada di padang ilalang ini. Mengenyahkan persahabatanku dengan Bunga Kristal. Membunuh perasaanku terhadapnya.

Terus-menerus kucari bahagia yang aku pun tak tahu bagaimana wujudnya. Berjuang sekuat tenaga namun tak kunjung kujumpai akhir dahaga. Lalu, apa artinya dulu aku bersikeras pergi? Untuk apa aku membuang segala yang kupunya di padang ilalang, demi secuil ego yang sia-sia belaka?

Dan di antara airmata lelahku, aku teringat padanya. Sebuah kejutan tersendiri ternyata aku begitu merindukannya. Apa kabarnya Bunga Kristal di padang ilalang? Apakah ia bertambah cantik sejak terakhir kali kami bertemu? Sudikah ia kembali bersahabat denganku?

Takkan bisa kubohongimu, Matahari. Kau sudah melihat semua. Betapa lucu angin bulan Agustus menerbangkanku kembali kemari. Tak peduli betapapun aku enggan mengakui, aku senang kembali pulang.

Padang ilalang kering dengan langit biru cemerlangnya. Pada satu titik, sekuntum bunga berwangi abadi tengah merekahkan diri. Bunga Kristal yang rupanya masih menungguku.

Demi musim panas yang membakar sayapku. Matahari, menurutmu, apa yang sesungguhnya ia lihat dariku? Aku tidak cantik. Pun tak semenarik kupu-kupu lain dengan warna-warni elok sayap mereka yang tak pernah kupunya.

Lihatlah! Apa bagusnya hitam legam ini? Tak pernah kumengerti kenapa sebelumnya Bunga Kristal begitu menaruh perhatian padaku yang tak ada apa-apanya ini. Perhatian yang demikian hangat dan -entah sejak kapan- lambat laun memikat, yang selalu mampu menguatkan sayap-sayap ringkihku yang suatu ketika lelah terbang. Tidak lagi sanggup membawaku pergi jauh.

Seperti katamu, Matahari, aku terlalu pengecut untuk tinggal, namun enggan terbang sendirian. Jika saja, hanya jika saja Bunga Kristal mengizinkanku untuk pulang ke sisinya...

Begitu saja sudah cukup. Aku tidak ingin lagi pergi ke manapun jika harus sendiri, padahal jelas-jelas yang kurindukan ada sedekat ini. Ia yang kubutuhkan selalu berada di sini. Di padang ilalang ini.

Mungkin sesungguhnya itulah bahagiaku. Ya, sebatas itu. Sesederhana itu.



Rumah ilalang, 18 Februari 2015,


Kupu-Kupu (Hitam)
Surat Ke-20 #30HariMenulisSuratCinta

2 komentar:

It's my pleasure to know that you've left a comment here. Arigatou~~ *^_^*